Kamis, 12 Maret 2020

TES DIAGNOSTIK DALAM PEMBELAJARAN


Abstrak
Dalam melaksanakan pembelajaran seorang guru akan selalu berusaha mengkondisikan siswa untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran semaksimal mungkin sesuai kemampuan yang dimilikinya. Namun kenyataannya tidak semua siswa mencapai kemajuan belajar secara maksimal dalam proses belajarnya. Siswa sering menghadapi kesulitan atau masalah dalam belajarnya. Kesulitan ini perlu mendapat bantuan  dan dukungan dari guru dan serta lingkungan sekitarnya
Untuk dapat membantu siswa dalam menghadapi kesulitan dalam belajar secara tepat perlu diketahui terlebih dahulu  kesulitan atau masalah apa yang dihadapi siswa tersebut, kemudian dilakukan analisis, perumusan pemecahan masalah dan tindak lanjut. Untuk mengetahui kesulitan yang dialami siswa ini diperlukan tes diagnosti
Kata Kunci :  Masalah belajar, tes diagnostik.

A.  Pendahuluan
Belajar merupakan suatu proses yang mengakibatkan adanya perubahan perilaku baik aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Sedangkan kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan interaksi antara siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Untuk mengetahui hasil belajar siswa dilakukan pengukuran dan penilaian. Alat ukur yang digunakan dapat berupa tes dan non tes. Dalam hal ini akan diuraikan salah satu jenis tes yakni tes diagnostik.
Tes sebagai alat ukur dan pengumpul informasi memiliki fungsi ganda  yaitu mengukur siswa dan mengukur keberhasilan dari program pengajaran. Menurut Arikunto (2009:33), “ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa tes dibedakan atas 3 macam yaitu tes diagnostik, tes formatif dan tes sumatif”.
Tes dapat berupa pertanyaan, pernyataan atau permintaan untuk melakukan sesuatu untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, inteligensi atau kemampuan lain yang dimiliki oleh siswa. Diagnostik berasal dari kata diagnosis yang berarti mengidentifikasi penyakit dari gejala-gejala yang ditimbulkannya. Seperti seorang dokter, sebelum menentukan obat apa yang akan diberikan kepada pasien, dokter tersebut mengadakan pemeriksaan terlebih dahulu seperti memeriksa tekanan darah, suara nafas, tes urine dan lainya. Demikian juga halnya seorang guru sebelum memberikan bantuan kepada siswa, guru tersebut mengadakan tes untuk memeriksa kesulitan belajar siswa. Tes seperti ini yang disebut dengan tes diagnostik. Jika disejajarkan dengan pekerjaan dokter, maka dapat di analogikan sebagaimana terlihat pada gambar  (Arikunto, 2009:34)

B.  Pengertian Tes Diagnostik
Beberapa ahli mengemukakan pengertian tes diagnostik, menurut Arikunto, (2009:34). Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian pemberlakukan yang tepat. Senada dengan Arikunto Rasyid dan Mansur (2007:164) menjelaskan bahwa tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik, termasuk kesalahan pemahaman konsep. Sudijono (2008:70) mendefenisikan tes diagnotik adalah tes yang dilakukan untuk menentukan secara tepat jenis kesukaran yang dihadapi oleh para peserta didik dalam suatu mata pelajaran tertentu. Selanjutnya dalam buku Tes Diagnostik yang dikeluarkan oleh Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun 2007 menyebutkan bahwa tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga hasil tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan tindak lanjut
Dengan demikian tes diagnostik merupakan upaya guru untuk mendapat informasi tentang kesulitan siswa dalam belajar. Dengan diketahuinya kesulitan belajar siswa, guru akan dapat mencarikan bantuan yang tepat kepada siswa. Dalam bukuTes diagnostik yang diterbitkan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun 2007 dikemukan sejumlah karakteristik dari tes diagnostik  yaitu:
a.    dirancang untuk mendeteksi kesulitan belajar siswa, karena itu format dan respons yang dijaring harus didesain memiliki fungsi diagnostik,
b.    dikembangkan berdasar analisis terhadap sumber-sumber kesalahan atau kesulitan yang mungkin menjadi penyebab munculnya masalah (penyakit) siswa,
c.     menggunakan soal-soal bentuk supply response (bentuk uraian atau jawaban singkat), sehingga mampu menangkap informasi secara lengkap. Bila ada alasan tertentu sehingga mengunakan bentuk selected response (misalnya bentuk pilihan ganda), harus disertakan penjelasan mengapa memilih jawaban tertentu sehingga dapat meminimalisir jawaban tebakan, dan dapat ditentukan tipe kesalahan atau masalahnya,  dan
d.    disertai rancangan tindak lanjut (pengobatan) sesuai dengan kesulitan (penyakit) yang teridentifikasi.
Tes diagnostik memiliki dua fungsi utama, yaitu:  
a.       Mengidentifikasi masalah atau kesulitan yang dialami siswa,
b.      Merencanakan tindak lanjut berupa upaya-upaya  pemecahan sesuai masalah atau kesulitan yang telah teridentifikasi

C.  Perencanaan  dan Pelaksanaan Tes Diagnostik
Kurikulum yang ada sekarang di dasarkan pada penguasaan komptenesi, oleh karena itu dalam merencakan tes diagnostik sebaiknya dilakukan untuk memeriksa kompetensi yang bermasalah dimana siswa mengalami kesulitan dalam belajar sehingga belum mencapai ketuntasan (KKM), kemudian menentukan kemungkinan sumber masalahnya. Secara garis besar langkah-langkah dalam mengembangkan tes diagnostik (diknas, 2007:5) adalah:
1.        Mengidentifikasi kompetensi dasar yang belum tercapai ketuntasannya.
2.        Menentukan kemungkinan sumber masalah
3.        Menentukan bentuk dan jumlah soal yang sesuai
4.        Menyusun kisi-kisi soal
5.        Menulis soal
6.        Mereviu soal
7.        Menyusun kriteria penilaian
Memperhatikan fungsi dari tes diagnostik adalah untuk mengidentifikasi permasalahan-permasalahan/ kesulitan yang dialami siswa, maka guru dapat melakukan tes diagnostik ini pada beberapa waktu sebelum proses pembelajaran, pada saat proses pembelajaran dan pada saat akan mengakhiri pembelajaran. Apabila disusun dalam suatu diagram dengan mengingat sekolah sebagai sebuah transformasi, Suharsimi Arikunto (2009:34) menggambarkan:

 Tes diagnostik ke-1 dilakukan terhadap calon siswa sebagai input, untuk mengetahui apakah calon siswa tersebut sudah menguasai pengetahuan yang merupakan dasar untuk menerima pengetahuan di sekolah, sehingga tes ini disebut juga tes penjajakan masuk (entering behaviour test). Tes diagnostik ke-1 dilakukan untuk mengukur tingkat penguasaan pengetahuan dasar, biasa disebut dengan pengetahuan bahan prasarat (pre-requisite). Oleh karena itu tes ini disebut juga tes prasarat atau pre-requeisite test.
Tes diagnostik ke-2 dilakukan terhadap calon siswa yang sudah akan mulai mengikuti program. Apabila cukup banyak calon siswa yang diterima sehingga diperlukan lebih dari satu kelas, maka untuk pembagian kelas diperlukan suatu pertimbangan khusus. Apakah anak yang baik akan disatukan dalam satu kelas, atau semua kelas akan diisi dengan campuran anak yang baik, sedang atau kurang, ini semua memerlukan informasi. Informasi seperti ini dapat diperoleh dengan cara melakukan tes diagnostik. Dengan demikian maka tes diagnostik telah berfungsi sebagai tes penempatan (placement test)
Tes diagnostik ke-3 dilakukan terhadap siswa yang sedang belajar. Tidak semua siswa dapat menerima pelajaran yang diberikan guru dengan lancar. Sebagai guru perlu memberikan tes diagnostik untuk mengetahui bagian/kompetensi dasar mana dari bahan yang diberikan itu belum dikuasai siswa. Selain itu guru harus dapat mengadakan deteksi apa sebab siswa tersebut belum menguasai bahan. Bedasarkan hasil mengadakan deteksi tersebut guru dapat memberikan bantuan yang diperlukan.

Tes diagnostik ke-4 diadakan pada waktu siswa akan mengakhiri pelajaran. Dengan tes ini guru akan dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap bahan yang ia berikan. Tes ini dilakukan sebelum diadakan tes ulangan akhir semester atau ulangan kenaikan kelas atau remedial seandainya ditemukan permasalahan atau kesulitan-kesulitan belajar
Berdasarkan  pada gambar diatas maka tes diagnostik ke-1 dan ke-2 diikuti oleh seluruh siswa. Tes diagmostik ke-3 dan ke-4 hanya diikuti oleh siswa yang diduga bermasalah. Dugaan tersebut bisa di dasarkan pada hasil ulangan harian atau pengalaman guru pada proses pembelajaran. Tes diagnostik dapat dilakukan di kelas, laboratorium, di luar ruangan atau bahkan dapat dilakukan dirumah dalam bentuk penugasan oleh guru. Dapat dilakukan oleh guru, wali kelas dan bahkan oleh orang tua siswa di rumah. Perihal berapa lama tes diagnostik  dilakukan dapat dianalogikan dengan pekerjaan dokter dalam mendiagnosis pasien. Dokter akan berusaha melakukan diagnostik secara cepat dan tepat untuk mendapatkan gambaran tentang penyakit yang diderita pasien. Demikian juga halnya dengan guru dalam melaksanakan tes diagnostik, waktu yang diperlukan sangat tergantung kepada jenis masalah/kesulitan belajar siswa  yang ingin di diagnostik.

D.  Analisis Tes Diagnostik dan Tindak Lanjut
Telah dijelakan bagaimana merencanakan dan melaksanakan tes diagnostik. Kegiatan  berikutnya adalah bagaimana menganalisis hasil tes diagnostik. Kegiatan analisis ini meliputi pengolahan berupa pemeriksaan, penskoran dan penafsiran hasil tes secara cermat dan akurat sehingga dapat digunakan untuk memberikan tindak lanjut.
Penskoran tes diagnostik pada prinsip tidak berbeda dengan penskoran pada tes-tes yang lain, tetapi membutuhkan penelusuran dan interpretasi respons yang lebih cermat untuk  menemukan fungsi diagnostiknya. Beberapa hal yang harus diperhatikan ketika melakukan penskoran dan penafsiran hasil  tes diagnostik.
a.  Memberikan skor tertinggi  jika jawaban siswa lengkap dan skor terendah jika jawaban siswa  paling minim, kegiatan penskoran juga harus mampu merekam jenis kesalahan (type error) yang ada dalam respons siswa. Siswa dengan skor sama, misalnya sama-sama 0 (berarti responsnya salah) belum tentu memiliki type error yang sama juga, karena itu mengidentifikasi penyebab terjadinya kesalahan jauh lebih bermakna dibandingkan dengan menentukan berapa jumlah kesalahannya atau berapa skor total yang dicapainya. Hasil identifikasi type error menjadi dasar interpretasi yang akurat.
b.  Untuk memudahkan identifikasi dan analisis terhadap berbagai type error yang terjadi, setiap type error dapat diberi kode yang ditentukan  guru, misalnya:
A=terjadi miskonsepsi
B= kesalahan mengubah satuan
C=kesalahan menggunakan formula
D=kesalahan perhitungan, dan seterusnya.      
c.  Bila tes diagnostik terhadap suatu indikator dibangun oleh sejumlah butir soal perlu ditentukan batas pencapaian untuk menen­tukan bahwa seorang siswa itu dinyatakan “sakit” (bermasalah). Juga perlu ditentukan batas toleransi untuk jumlah dan jenis type error yang boleh terjadi. Batas pencapaian ini dapat ditentukan sendiri oleh guru berdasar pengalamannya atau  berdiskusi dengan teman sejawat. Batas pencapaian dapat dilakukan berdasarkan pencapaian KKM misalnya 75, namun karena tes diagnostik dimaksudkan sebagai dasar untuk memberikan bantuan, maka lebih aman jika menggunakan batas pencapaian tinggi, misalnya 80%.
d.  Penskoran terhadap butir soal pemecahan masalah (problem solving) hendaknya mampu merekam setiap kemampuan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah tersebut, meliputi: 
o  kemampuan menerjemahkan masalah ke dalam bahasa sains (linguistic knowledge);
o  kemampuan meng­iden­tifikasi skema penyelesaian masalah (schematic know­led­ge);
o  kemampuan mengidentifikasi tahapan-tahapan penye­lesaian masalah (strategy knowledge); dan
o  kemam­pu­an melakukan tahapan-tahapan penyele­saian masalah (algorithmic knowledge).
Masing-masing komponen kemampuan di atas mendapat skor sesuai kompleksitas cakupannya dan dapat berbeda antara soal satu dengan lainnya.
e.  Tes diagnostik menggunakan acuan kriteria (criterion- referenced), karena hasil tes diagnostik yang dicapai oleh  seorang siswa tidak digunakan untuk membandingkan siswa tersebut dengan kelompoknya melainkan terhadap kriteria tertentu sehingga ia dapat diklasifikasikan “sakit dan membutuhkan terapi” ataukah “sehat” sehingga dapat mengikuti kegiatan pembelajaran berikutnya. 
Kegiatan guru menindaklanjuti hasil tes diagnostik siswa jika dianalogikan dengan kegiatan pengobatan oleh dokter kepada pasiennya setelah dilakukan serangkaian diagnosis. Tindak lanjut tersebut berupa perlakuan-perlakuan yang sesuai dengan permasalahan atau kesulitan yang dihadapi siswa. Ibarat pemberian obat, dosisnya tidak boleh terlalu rendah atau terlalu tinggi, apalagi sampai salah memberikan obat. Karena hal yang demikian justru akan memperberat atau menimbulkan masalah baru bagi siswa.
Kesembuhan pasien di rumah sakit tidak hanya ditentukan oleh jenis dan dosis obat yang diberikan oleh dokter, tetapi dipengaruhi juga oleh pribadi pasien, sikap dokter, lingkungan rumah sakit, perhatian keluarga dan lain-lain. Demikian juga kegiatan tindak lanjut untuk menyelesaikan permasalahan siswa, tidak hanya tertuju kepada siswa itu sendiri, melainkan juga kepada semua pihak yang terkait dengan kegiatan pembelajaran dan berkon­tribusi yang menimbulkan permasalahan siswa, misalnya profesionalitas guru, lingkungan sekolah, masyarakat, dan keluarga. Bahkan menyelesaikan permasalahan belajar siswa terkadang bisa menjadi lebih rumit dibandingkan mengobati suatu penyakit, karena keunikan dan kompleksitas faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Di bawah ini diuraikan beberapa hal yang perlu diperhatikan agar dapat menindaklanjuti hasil tes diagnostik dengan baik (diknas, 2007).
a.       Kegiatan tindak lanjut dilakukan betul-betul berdasarkan hasil analisis tes diagnostik secara cermat. Tindak lanjut tidak selalu berupa kegiatan remidial di kelas, tetapi dapat juga berupa tugas rumah, observasi lingkungan, kegiatan tutor sebaya, dan lain-lain sesuai masalah atau kesulitan yang dihadapi siswa. Kegiatan tidak lanjut juga tidak selalu dilakukan secara individu, tetapi dapat juga dilakukan secara kelompok bergantung pada karakteristik masalah yang dihadapi siswa.
b.      Mengatasi permasalahan yang disebabkan oleh miskonsepsi membutuhkan kesa­baran, keuletan, dan kecerdasan guru. Penelitian Berg (1991) menunjukkan bahwa miskonsepsi sulit bila hanya diatasi melalui informasi atau penjelasan, oleh karena itu perlu dirancang aktivitas atau pengamatan secara langsung untuk memperbaikinya.
c.       Kegiatan tindak lanjut diberikan secara bertahap dan berkelanjutan. Tes diagnos­tik pada hakikatnya merupakan bagian dari ulangan harian, maka pelaksanaannya juga perlu diatur sehingga tidak tumpangtindih (overlapping) dan tidak memberatkan siswa maupun guru.
d.      Perlu dirancang program sekolah yang mendukung dan memberikan kemudahan bagi guru untuk mengadministrasi, melaporkan, dan menindak­lanjuti hasil tes diagnostik, misalnya penyediaan sarana dan tenaga teknis, pemberian insentif atau penghargaan, dan program-program lain yang mendukung profesionalitas guru, misalnya lokakarya, workshop, dan penelitian yang mengangkat hasil-hasil  tes diagnostik. Selain untuk evaluasi di sekolah, bila memungkinkan hasil analisis tes diagnostik juga dikirimkan atau dilaporkan kepada orang tua siswa, sehingga secara bersama-sama dapat membantu siswa dalam memecahkan masalahnya.

E.  Simpulan
Tes diagnostik merupakan tes dalam upaya mengidentifikasi kesulitan belajar yang dialami siswa. Untuk dapat mengetahui kesulitan belajar yang dialami siswa dengan cepat dan tepat, tes diagnostik harus direncanakan, dilaksanakan, dianalisis secara cermat sehingga berfungsi diagnostik. Hasil analisis digunakan untuk memberikan tindak lanjut berupa pemberian bantuan dalam mengatasi kesulitan yang dialami siswa.

Daftar pustaka
Arikunto Suharsimi, 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi, Jakarta, Bumi Akasara
Depdiknas, 2007. Tes Diagnostik, Direktorat Pembinaan sekolah Menengah Pertama
Rasyid Harun dan Mansyur, 2007. Penilaian hasil Belajar, Bandung, Wacana Prima
Sudijono Anas, 2008. Pengatar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, Raja Grafinddo Persada


3 komentar:

LIBURAN DAN CUTI TAHUNAN GURU PNS ?

oleh Afwan Tarihoran, M.Pd. A.         Pendahuluan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat 1 menyebutkan: Guru...