Baik buruknya kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh guru dalam proses pendidikan.
Untuk menjadi seorang guru harus memiliki keahlian khusus, karena guru
merupakan jabatan profesional. Pekerjaan sebagai guru tidak dapat dilakukan
sembarang orang yang tidak memiliki keahlian dalam bidang keguruan. Dalam
melaksanakan tugasnya, seorang guru tidak hanya
dituntut menguasai bahan ajar, tetapi harus memiliki kepribadian dan integritas pribadi yang dapat diandalkan
sehingga menjadi sosok panutan bagi peserta didik, keluarga maupun masyarakat.
Kenyataan berbagai pihak masih mempertanyakan kualitas penyelenggaraan
pendidikan dan optimalisasi kinerja guru. Kinerja guru selama ini
tidak optimal. Guru selama ini melaksanakan tugas hanya sebagai kegiatan rutin,
kurang kreativitas. Inovasi bagi guru relatif tertutup dan kreatifitasnya bukan
merupakan bagian dari prestasi. Hasil penataran guru pada berbagai bidang studi
belum menunjukkan daya kerja yang berbeda dibandingkan dengan yang tidak
mengikuti penataran[1].
Rendahnya kinerja guru ini tidak lepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya baik
internal maupun eksternal guru diantara motivasi kerja, gaji, lingkungan kerja,
termasuk kepemimpinan kepala sekolah dan
faktor-faktor lain. Kepemimpinan kepala sekolah
yang dimaksud dalam
tulisan adalah adalah perilaku kepemimpinan. Perilaku kepemimpinan sebagaimana dijelaskan Yulk mencakup perilaku kepemimpinan yang
berorientasi tugas dan perilaku kepemimpinan yang berorientasi hubungan yang
dikaitkan dengan efektivitas kepemimpinan. Perencanaan, melakukan penjelasan dan pengawasan merupakan perilaku penting
yang berorientasi tugas yang secara bersama-sama mempengaruhi kinerja bawahan.
Memberi dukungan, mengembangkan dan memberikan pengakuan merupakan perilaku
penting yang berorientasi pada hubungan[2].
Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepemimpinan
adalah kemampuan mempengaruhi orang lain sehingga orang tersebut dengan penuh
semangat berusaha mencapai tujuan[3]. Keith Davis dalam A. Dale
Timpe mendefenisikan kepemimpinan
sebagai kemampuan untuk membujuk orang lain memburu tujuan yang sudah
dipastikan dengan gairah[4].
Kepemimpinan didefenisikan
pula sebagai
ilmu dan seni mempengaruhi orang atau kelompok untuk bertindak seperti yang
diharapkan dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efesien[5]. Stephen P. Robbins
mendefenisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi kelompok
menuju pencapaian sasaran[6].
Defenisi ini sesuai dengan yang dikemukan Gary Yukl kepemimpinan adalah
proses untuk mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang
perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif serta proses
untuk menfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama[7].
Berdasarkan uraian tentang kepemimpinan di atas, dapat dipahami
bahwa kepemimpinan dapat berlangsung dimana dan kapan saja baik di dalam maupun
di luar organisasi dalam upaya mempengaruhi orang lain menuju pencapaian
tujuan. Kepemimpinan seseorang dalam organisasi dijalankan untuk mempengaruhi
anggotanya untuk mau bekerja secara bersama-sama atau sendiri dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Setiap organisasi termasuk sekolah membutuhkan pemimpin untuk mencapai
visi, misi dan tujuan organisasi. Organisasi membutuhkan
kepemimpinan dan manajemen yang kuat untuk meraih efektivitas optimal. Dalam dunia yang dinamis dewasa ini dibutuhkan pemimpin untuk menantang
statusquo, menciptakan visi tentang masa depan dan memberi inspirasi kepada
anggota organisasi mencapai visi itu. Dibutuhkan manajer merumuskan rencana
secara rinci, menciptakan struktur organisasi yang efesien dan mengawasi
operasi dari hari ke hari[8].
Untuk melakukan penilaian terhadap efektifitas kepemimpinan menurut Sondang P. Siagian ditentukan oleh
kemampuan mengambil keputusan. Kriteria tersebut berkisar pada kemampuan
seorang pemimpin menjalankan berbagai fungsi-fungsi kepemimpinan yaitu: (1) pimpinan selaku penentu arah yang akan
ditempuh dalam usaha pencapaian tujuan; (2) wakil atau juru bicara organisasi
dalam hubungan dengan pihak-pihak di luar organisasi; (3) pimpinan selaku
komunikator yang efektif; (4) mediator
yang andal khususnya dalam hubungan ke dalam, terutama dalam
menangani situasi komplik, dan (5) pimpinan sebagai integrator yang efektif,
rasional, objektif dan netral[9].
Fungsi kepemimpinan ialah memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi
atau membangunkan motivasi-motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin
jaringan komunikasi yang baik, memberikan supervisi/ pengawasan yang efesien,
dan membawa para pengikutnya kepada sararan yang ingin dituju sesuai dengan
ketentuan waktu dan perencanaan[10].
Dalam upaya mengefektifkan organisasi, fungsi kepemimpinan yaitu
(1) fungsi pengambilan keputusan; (2) fungai instruktif; (3) fungsi konsultatif;
(4) fungsi partisipatif, dan
(5) fungsi delegatif[11].
Untuk lingkungan pendidikan dasar dan menengah peranan kepala sekolah tidak
hanya sebagai pemimpin. Kepala sekolah memiliki 7 (tujuh) peranan
penting. Husaini Usman menyebutkan ke- tujuh peranan kepala sekolah yang disingkat dengan EMASLIM, yaitu educator,
manager, administrator, supervisor, leader, inovator, motivator[12].
Kapala sekolah sebagai pemimpin (leader)
di sekolah harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan
tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah dan mendelegasikan tugas.
Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagai leader dapat
dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan
misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan dan kemampuan berkomunikasi[13].
Sesuai dengan Standar Kepala Sekolah/ Madrasah bahwa untuk diangkat sebagai kepala sekolah/madrasah, seseorang wajib memenuhi
standar kepala sekolah/madrasah yang berlaku nasional. Standar tersebut
mencakup standar kualifikasi dan kompetensi. Standar kompetensi mencakup 5
(lima) dimensi kompetensi yang harus dimiliki
oleh seorang kepala sekolah yaitu dimensi kompetensi (1) kepribadian;
(2) manajerial; (3) kewirausahaan; (4)
supervisi, dan (5) dimensi kompetensi sosial. Pada dimensi manajerial point 2.3 disebutkan kepala sekolah memiliki komptensi memimpin
sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah secara
optimal[14].
Sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah selalu berinteraksi dengan orang
lain dalam mencapai tujuan sekolah. Cara atau tindakan kepala sekolah dalam
berinteraksi mempengaruhi orang lain dalam memimpin sekolah merupakan suatu perilaku kepemimpinan kepala sekolah. Hal ini
sesuai dengan yang dikemukakan Sondang P. Siagian perilaku ialah cara seseorang berinteraksi
dengan orang lain[15]
dan Syaiful Sagala perilaku adalah tindakan (kegiatan atau tindak
tanduk) yang dapat diamati[16].
Perilaku kepemimpian tampak dari cara melakukan pengambilan keputusan, cara
memerintah (memberi instruksi), cara memberikan tugas, cara berkomunikasi, cara
mendorong semangat bawahan, cara membimbing dan mengarahkan, cara menegakkan
disiplin, cara mengendalikan dan mengawasi pekerjaan anggota organisasi, cara
memimpin rapat, cara menegur dan memberi sanksi atau hukuman. Apabila perilaku
kepemimpinan ditampilkan berupa tindakan tegas, keras, sepihak, tetutup pada
kritik dan saran, mengancam setiap pelanggaran atau kesalahan anggota dengan
sanksi atau hukuman yang berat maka disebut gaya kepemimpinan yang otoriter.
Sebaliknya pemimpin yang berperilaku dalam memberikan pengaruh dilakukan secara
simpatik, interaksi berlangsung timbal balik (dua arah), menghargai pendapat,
saran dan kritik, memperlihatkan perasaan, membina hubungan yang serasi, maka
disebut gaya kepemimpinan yang demokratis[17].
Stephen P. Robbins menjelaskan
bahwa perilaku khusus membedakan pemimpin dan bukan pemimpin.
Teori-teori perilaku yang paling menyeluruh dan paling banyak ditiru dihasilkan
dari penelitian di Universitas Negeri Ohio. Penelitian ini berusaha
mengidentifikasi dimensi-dimensi independen dari perilaku kepemimpinan yang
secara hakiki menjelaskan sebahagian besar perilaku kepemimpinan yang
digambarkan oleh bawahan. Dimensi tersebut sebagai struktur prakarsa dan
pertimbangan. Struktur prakarsa merujuk sejauhmana pemimpin berkemungkinan
menetapkan dan menyusun perannya dan peran bawahannya dalam mengupayakan
pencapaian sasaran. Pertimbangan digambarkan sebagai sejauhmana seseorang
berkemungkinan memiliki hubungan pekerjaan yang dicirikan dengan saling
percaya, menghargai gagasan bawahan dan memperhatikan perasaan mereka[18].
Studi kepemimpinan Michigan dijelaskan Gary Yukl menfokus penelitian pada identifikasi hubungan
diantara perilaku pemimpin, proses kelompok dan ukuran mengenai kinerja
kelompok. Informasi tentang perilaku manajerial
dikumpulkan dengan cara wawancara dan quisioner[19].
Dalam hubungan dengan perilaku kepemimpinan, ada dua hal yang biasanya
dilakukan oleh pemimpin terhadap bawahan atau pengikutnya yaitu perilaku
mengarahkan dan perilaku mendukung. Perilaku mengarahkan dirumuskan sebagai
sejauhmana seorang pemimpin melibatkan dalam komunikasi satu arah. Perilaku mendukung adalah sejauhmana seorang pemimpin melibatkan diri dalam
komunikasi dua arah[20].
Hal ini sesuai dengan penjelasan Gary Yukl bahwa kebanyakan studi perilaku kepemimpinan menggunakan kuesioner mengukur
perilaku yang berorientasi tugas dan yang berorientasi hubungan.[21].
Perilaku khusus kepemimpinan sesuai dengan penjelasan yang dikemukakan Gary Yulk dihubungan dengan efektifitas kepemimpinan yaitu (1) perilaku tugas
spesifik, dan (2) perilaku hubungan khusus. Perilaku tugas spesifik yang relevan bagi kepemimpinan efektif meliputi:
(1) merencanakan aktivitas kerja; (2) melakukan klarifikasi peran dan tujuan
dan (3) memantau operasi. Perilaku hubungan khusus
yang relevan bagi kepemimpinan efektif meliputi: (1) memberikan dukungan; (2)
mengembangkan, dan (3) memberikan pengakuan[22].
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas perilaku kepemimpinan kepala sekolah adalah cara
atau tindakan kepala sekolah
berinteraksi mempengaruhi orang lain dalam melaksanakan tugas-tugas
kepemimpinannya. Perilaku kepemimpin tersebut adalah perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan perilaku
kepemimpinan yang berorientasi hubungan. Perilaku kepemimpinan yang
berorientasi pada tugas meliputi: (1) merencanakan aktivitas kerja; (2)
melakukan penjelasan, dan (3) memantau.
Perilaku kepemimpinan yang berorientasi hubungan meliputi: (1) memberi
dukungan; (2) mengembang dan (3) memberikan pengakuan.
Perilaku
kepemimpinan kepala sekolah berhubungan erat dengan kinerja sekolah khususnya
kinerja guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Kepemimpinan kepala semakin baik (efektif) maka tentu akan semakin meningkatkan kinerja guru dalam proses pembelajaran. Dengan perilaku kepemimpinan yang efektif dari kepala sekolah maka guru akan
bekerja lebih baik karena telah memahami rencana, tujuan dan target yang ingin
dicapai dan terjalin interaksi yang baik antara guru dengan kepala sekolah
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang efektif maka di sekolah akan
terbentuk tim kerja yang solid yang masing-masing personal sekolah memahami dan
bekerja melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing dengan baik.
[1] Syaiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Meningkatka
Mutu Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2007) h. 38
[2] Gary Yulk, Kepemimpinan dalam Organisasi (edisi
kelima, Jakarta: Indeks, 2007) h.90
[3] Gibson, Donnelly, Ivacevich, Manajemen (Jakarta,
Erlangga: 1997) h.3
[4] A. Dale Timpe, Seri Manajemen Kepemimpinan, (Jakarta,
Elex Media Komputindo: 2002) h.199
[5] Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktek dan dan Riset
Pendidikan (Jakarta, Bumi Putra: 2006) h.252
[6] Stephen P Robbins, Perilaku Organisasi (edisi kesepuluh,
Jakarta, Indek, 2006) h.432
[7] Gary Yulk, op.cit h.8
[8] Stephen P Robbins, op. cit. 432
[9] Sondang P. Siagian, Teori dan Praktek Kepemimpinan,
(Jakarta, Rineka Cipta: 2003) h.47
[10] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Kepemimpinan
Abnormal itu ?, (Jakarta, Raja Grafindo Persada: 2008), h. 93
[11] H. Hadari Nawawi, Kepemimpinan Mengefektifkan
Organisasi ( Yogyakarta, Gajah Mada University Press: 2006) h. 46
[12] Husaini Usman, op.cit. 302
[13] E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung, Remaja Rosda Karya: 2007) h. 115
[14] Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 13 Tahun 2007
tentang Standar Kepala Sekolah/ Madrasah pasal 1
[15] Sondang P. Siagian op.cit. h. 30
[16] Syaiful Sagala, Budaya dan Reinventing Organisasi
Pendidikan, (Bandung, Alfabeta: 2008) h. 124
[17] H. Hadari Nawawi, op.cit. h 81
[18] Stephen P Robbins, op.cit. h 435
[19] Gary Yulk, op.cit. h. 67
[20] Miftah Toha, Kepemimpinan Dalam Manajemen, (Jakarta,
Raja Grafindo Persada: 2007) h. 64
[21] Gary Yulk, op.cit. h. 90
[22] Gary Yulk, ibid, h 81
Tidak ada komentar:
Posting Komentar