Senin, 06 April 2020

PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH

Pendahuluan
Baik buruknya kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh guru dalam proses pendidikan. Untuk menjadi seorang guru harus memiliki keahlian khusus, karena guru merupakan jabatan profesional. Pekerjaan sebagai guru tidak dapat dilakukan sembarang orang yang tidak memiliki keahlian dalam bidang keguruan. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang guru tidak hanya  dituntut menguasai bahan ajar, tetapi harus memiliki kepribadian  dan integritas pribadi yang dapat diandalkan sehingga menjadi sosok panutan bagi peserta didik, keluarga maupun masyarakat.
Kenyataan berbagai pihak masih mempertanyakan kualitas penyelenggaraan pendidikan dan optimalisasi kinerja guru. Kinerja guru selama ini tidak optimal. Guru selama ini melaksanakan tugas hanya sebagai kegiatan rutin, kurang kreativitas. Inovasi bagi guru relatif tertutup dan kreatifitasnya bukan merupakan bagian dari prestasi. Hasil penataran guru pada berbagai bidang studi belum menunjukkan daya kerja yang berbeda dibandingkan dengan yang tidak mengikuti penataran[1].
Rendahnya kinerja guru ini tidak lepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya baik internal maupun eksternal guru diantara motivasi kerja, gaji, lingkungan kerja,  termasuk   kepemimpinan kepala sekolah dan faktor-faktor lain. Kepemimpinan kepala sekolah yang dimaksud dalam tulisan adalah adalah perilaku kepemimpinan. Perilaku kepemimpinan sebagaimana dijelaskan Yulk  mencakup perilaku kepemimpinan yang berorientasi tugas dan perilaku kepemimpinan yang berorientasi hubungan yang dikaitkan dengan efektivitas kepemimpinan. Perencanaan, melakukan penjelasan dan pengawasan merupakan perilaku penting yang berorientasi tugas yang secara bersama-sama mempengaruhi kinerja bawahan. Memberi dukungan, mengembangkan dan memberikan pengakuan merupakan perilaku penting yang berorientasi pada hubungan[2].

Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi orang lain sehingga orang tersebut dengan penuh semangat berusaha mencapai tujuan[3].  Keith Davis dalam A. Dale Timpe  mendefenisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk membujuk orang lain memburu tujuan yang sudah dipastikan dengan gairah[4].
Kepemimpinan didefenisikan pula sebagai ilmu dan seni mempengaruhi orang atau kelompok untuk bertindak seperti yang diharapkan dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efesien[5]. Stephen P. Robbins mendefenisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran[6]. Defenisi ini sesuai dengan yang dikemukan Gary Yukl kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif serta proses untuk menfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama[7].
Berdasarkan uraian tentang kepemimpinan di atas, dapat dipahami bahwa kepemimpinan dapat berlangsung dimana dan kapan saja baik di dalam maupun di luar organisasi dalam upaya mempengaruhi orang lain menuju pencapaian tujuan. Kepemimpinan seseorang dalam organisasi dijalankan untuk mempengaruhi anggotanya untuk mau bekerja secara bersama-sama atau sendiri dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Setiap organisasi termasuk sekolah membutuhkan pemimpin untuk mencapai visi, misi dan tujuan organisasi. Organisasi membutuhkan kepemimpinan dan manajemen yang kuat untuk meraih efektivitas optimal. Dalam dunia yang dinamis dewasa ini dibutuhkan pemimpin untuk menantang statusquo, menciptakan visi tentang masa depan dan memberi inspirasi kepada anggota organisasi mencapai visi itu. Dibutuhkan manajer merumuskan rencana secara rinci, menciptakan struktur organisasi yang efesien dan mengawasi operasi dari hari ke hari[8].
Untuk melakukan penilaian terhadap efektifitas kepemimpinan menurut Sondang  P. Siagian ditentukan oleh kemampuan mengambil keputusan. Kriteria tersebut berkisar pada kemampuan seorang pemimpin menjalankan berbagai fungsi-fungsi  kepemimpinan yaitu:  (1) pimpinan selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha pencapaian tujuan; (2) wakil atau juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak-pihak di luar organisasi; (3) pimpinan selaku komunikator yang efektif; (4)  mediator yang andal khususnya dalam hubungan ke dalam, terutama dalam menangani situasi komplik, dan (5) pimpinan sebagai integrator yang efektif, rasional, objektif dan netral[9].
Fungsi kepemimpinan ialah memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi atau membangunkan motivasi-motivasi  kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan komunikasi yang baik, memberikan supervisi/ pengawasan yang efesien, dan membawa para pengikutnya kepada sararan yang ingin dituju sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan[10]. Dalam upaya mengefektifkan organisasi, fungsi kepemimpinan  yaitu  (1) fungsi pengambilan keputusan; (2) fungai instruktif; (3) fungsi  konsultatif;  (4) fungsi partisipatif,  dan (5)  fungsi delegatif[11].
Untuk lingkungan pendidikan dasar dan menengah peranan kepala sekolah tidak hanya sebagai pemimpin. Kepala sekolah memiliki 7 (tujuh) peranan penting. Husaini Usman menyebutkan ke- tujuh peranan kepala sekolah yang disingkat dengan EMASLIM, yaitu educator, manager, administrator, supervisor, leader, inovator, motivator[12].
 Kapala sekolah sebagai pemimpin (leader) di sekolah harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah dan mendelegasikan tugas. Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan dan kemampuan berkomunikasi[13].
Sesuai dengan Standar Kepala Sekolah/ Madrasah  bahwa untuk diangkat sebagai kepala sekolah/madrasah, seseorang wajib memenuhi standar kepala sekolah/madrasah yang berlaku nasional. Standar tersebut mencakup standar kualifikasi dan kompetensi. Standar kompetensi mencakup 5 (lima) dimensi kompetensi yang harus dimiliki  oleh seorang kepala sekolah yaitu dimensi kompetensi (1) kepribadian; (2) manajerial;  (3) kewirausahaan; (4) supervisi, dan (5) dimensi kompetensi sosial. Pada dimensi manajerial  point 2.3 disebutkan  kepala sekolah memiliki komptensi memimpin sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah secara optimal[14].
Sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah selalu berinteraksi dengan orang lain dalam mencapai tujuan sekolah. Cara atau tindakan kepala sekolah dalam berinteraksi mempengaruhi orang lain dalam memimpin sekolah  merupakan suatu  perilaku kepemimpinan kepala sekolah. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Sondang P. Siagian  perilaku ialah cara seseorang berinteraksi dengan orang lain[15] dan Syaiful Sagala   perilaku adalah tindakan (kegiatan atau tindak tanduk) yang dapat diamati[16].
Perilaku kepemimpian tampak dari cara melakukan pengambilan keputusan, cara memerintah (memberi instruksi), cara memberikan tugas, cara berkomunikasi, cara mendorong semangat bawahan, cara membimbing dan mengarahkan, cara menegakkan disiplin, cara mengendalikan dan mengawasi pekerjaan anggota organisasi, cara memimpin rapat, cara menegur dan memberi sanksi atau hukuman. Apabila perilaku kepemimpinan ditampilkan berupa tindakan tegas, keras, sepihak, tetutup pada kritik dan saran, mengancam setiap pelanggaran atau kesalahan anggota dengan sanksi atau hukuman yang berat maka disebut gaya kepemimpinan yang otoriter. Sebaliknya pemimpin yang berperilaku dalam memberikan pengaruh dilakukan secara simpatik, interaksi berlangsung timbal balik (dua arah), menghargai pendapat, saran dan kritik, memperlihatkan perasaan, membina hubungan yang serasi, maka disebut gaya kepemimpinan yang demokratis[17].
Stephen P. Robbins menjelaskan bahwa perilaku khusus membedakan pemimpin dan bukan pemimpin. Teori-teori perilaku yang paling menyeluruh dan paling banyak ditiru dihasilkan dari penelitian di Universitas Negeri Ohio. Penelitian ini berusaha mengidentifikasi dimensi-dimensi independen dari perilaku kepemimpinan yang secara hakiki menjelaskan sebahagian besar perilaku kepemimpinan yang digambarkan oleh bawahan. Dimensi tersebut sebagai struktur prakarsa dan pertimbangan. Struktur prakarsa merujuk sejauhmana pemimpin berkemungkinan menetapkan dan menyusun perannya dan peran bawahannya dalam mengupayakan pencapaian sasaran. Pertimbangan digambarkan sebagai sejauhmana seseorang berkemungkinan memiliki hubungan pekerjaan yang dicirikan dengan saling percaya, menghargai gagasan bawahan dan memperhatikan perasaan mereka[18].
Studi kepemimpinan Michigan dijelaskan Gary Yukl  menfokus penelitian pada identifikasi hubungan diantara perilaku pemimpin, proses kelompok dan ukuran mengenai kinerja kelompok. Informasi tentang perilaku manajerial dikumpulkan dengan cara wawancara dan quisioner[19]. Dalam hubungan dengan perilaku kepemimpinan, ada dua hal yang biasanya dilakukan oleh pemimpin terhadap bawahan atau pengikutnya yaitu perilaku mengarahkan dan perilaku mendukung. Perilaku mengarahkan dirumuskan sebagai sejauhmana seorang pemimpin melibatkan dalam komunikasi satu arah. Perilaku mendukung adalah sejauhmana seorang pemimpin melibatkan diri dalam komunikasi dua arah[20]. Hal ini sesuai dengan penjelasan Gary Yukl bahwa kebanyakan studi perilaku kepemimpinan menggunakan kuesioner mengukur perilaku yang berorientasi tugas dan yang berorientasi hubungan.[21].
Perilaku khusus kepemimpinan sesuai dengan penjelasan yang dikemukakan Gary Yulk dihubungan dengan efektifitas kepemimpinan yaitu (1) perilaku tugas spesifik, dan (2) perilaku hubungan khusus. Perilaku tugas spesifik yang relevan bagi kepemimpinan efektif meliputi: (1) merencanakan aktivitas kerja; (2) melakukan klarifikasi peran dan tujuan dan (3) memantau operasi. Perilaku hubungan khusus yang relevan bagi kepemimpinan efektif meliputi: (1) memberikan dukungan; (2) mengembangkan, dan (3) memberikan pengakuan[22].

Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas perilaku kepemimpinan kepala sekolah adalah cara atau tindakan  kepala sekolah berinteraksi mempengaruhi orang lain dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinannya. Perilaku kepemimpin tersebut adalah perilaku kepemimpinan  yang berorientasi pada tugas dan perilaku kepemimpinan yang berorientasi hubungan. Perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada tugas meliputi: (1) merencanakan aktivitas kerja; (2) melakukan penjelasan, dan (3)  memantau. Perilaku kepemimpinan yang berorientasi hubungan meliputi: (1) memberi dukungan; (2) mengembang dan (3) memberikan pengakuan.  
Perilaku kepemimpinan kepala sekolah berhubungan erat dengan kinerja sekolah khususnya kinerja guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Kepemimpinan kepala semakin baik (efektif) maka tentu akan semakin meningkatkan kinerja guru dalam proses pembelajaran. Dengan perilaku kepemimpinan yang efektif dari kepala sekolah maka guru akan bekerja lebih baik karena telah memahami rencana, tujuan dan target yang ingin dicapai dan terjalin interaksi yang baik antara guru dengan kepala sekolah dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang efektif maka di sekolah akan terbentuk tim kerja yang solid yang masing-masing personal sekolah memahami dan bekerja melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing dengan baik.


[1] Syaiful Sagala, Manajemen Strategik dalam Meningkatka Mutu Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2007) h. 38
[2] Gary Yulk, Kepemimpinan dalam Organisasi (edisi kelima, Jakarta: Indeks, 2007) h.90
[3] Gibson, Donnelly, Ivacevich, Manajemen (Jakarta, Erlangga: 1997) h.3
[4] A. Dale Timpe, Seri Manajemen Kepemimpinan, (Jakarta, Elex Media Komputindo: 2002) h.199
[5] Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktek dan dan Riset Pendidikan (Jakarta, Bumi Putra: 2006) h.252
[6] Stephen P Robbins, Perilaku Organisasi (edisi kesepuluh, Jakarta, Indek, 2006) h.432
[7] Gary Yulk, op.cit h.8
[8] Stephen P Robbins, op. cit. 432
[9] Sondang P. Siagian, Teori dan Praktek Kepemimpinan, (Jakarta, Rineka Cipta: 2003) h.47
[10] Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Kepemimpinan Abnormal itu ?, (Jakarta, Raja Grafindo Persada: 2008), h. 93
[11] H. Hadari Nawawi, Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi ( Yogyakarta, Gajah Mada University Press: 2006) h. 46
[12] Husaini Usman, op.cit. 302
[13] E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional,  (Bandung, Remaja Rosda Karya: 2007) h. 115
[14] Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/ Madrasah pasal 1
[15] Sondang P. Siagian op.cit. h. 30
[16] Syaiful Sagala, Budaya dan Reinventing Organisasi Pendidikan, (Bandung, Alfabeta: 2008) h. 124
[17] H. Hadari Nawawi, op.cit. h 81
[18] Stephen P Robbins, op.cit. h 435
[19] Gary Yulk, op.cit. h. 67
[20] Miftah Toha, Kepemimpinan Dalam Manajemen, (Jakarta, Raja Grafindo Persada: 2007) h. 64
[21] Gary Yulk, op.cit. h. 90
[22] Gary Yulk, ibid, h 81

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LIBURAN DAN CUTI TAHUNAN GURU PNS ?

oleh Afwan Tarihoran, M.Pd. A.         Pendahuluan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat 1 menyebutkan: Guru...