SUPERVISI KLINIS PEMBELAJARAN
OLEH KEPALA SEKOLAH
Oleh: Afwan Tarihoran, M.Pd.
A. Pendahuluan
Beban kerja Kepala Sekolah sepenuhnya untuk melaksanakan tugas pokok
manajerial, pengembangan kewirausahaan, dan supervisi kepada Guru dan tenaga
kependidikan[1] Beban kepala sekolah sepenuhnya untuk melaksanakan tugas: a) manajerial, b) pengembangan kewirausahaan, dan c) supervisi kepada guru dan tenaga kependidikan[2].
kependidikan[1] Beban kepala sekolah sepenuhnya untuk melaksanakan tugas: a) manajerial, b) pengembangan kewirausahaan, dan c) supervisi kepada guru dan tenaga kependidikan[2].
Berdasarkan kedua Peraturan Menteri Pendidikan tersebut di atas bahwa
secara jelas disebutkan bahwa salah satu tugas kepala sekolah adalah
melaksanakan supervisi kepada guru. Supervisi kepada guru merupakan supervisi
akademik yang pada standar kepala sekolah dimensi kompetensi supervisi point
3.2 disebutkan bahwa kepala sekolah memiliki kompetensi melaksanakan supervisi
terhadap guru dengan mengunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat[3].
Dengan demikian kepala sekolah dapat menentukan pendekatan dan teknik supervisi
yang dilaksanakan. Tulisan ini akan menguraikan supervisi akademik atau
supervisi pembelajaran dengan pendekatan atau model supervisi klinis.
Supervisi merupakan proses
bimbingan guru dalam rangka meningkatkan kemampuannya agar dapat meningkatkan
mutu proses dan hasil belajar siswa. Melalui supervisi Kepala Sekolah dapat
membantu guru dalam memecahkan masalah yang dihadapinya terkait dengan
pembelajaran. Supervisi perlu dilakukan dalam rangka upaya penjaminan mutu pembelajaran di tingkat satuan
pendidikan.
Mulyasa menjelaskan bahwa
supervisi merupakan suatu proses yang dirancang secara khusus untuk membantupara
guru dansupervisor dalam mempelajari tugas sehari-hari di sekolah, agar dapat
menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk memberikan layanan yang lebih
baik pada orang tua peserta didik dan sekolah, serta berupaya menjadikan
sekolah sebagai masyarakat belajar yang lebih efektif[4].
Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 13 Tahun 2007 menyebutkan
5 dimensi kompetensi Kepala Sekolah yaitu kepribadian, manajerial,
kewirausahaan, supervisi dan sosial. Dimensi supervisi menyebutkan bahwa Kepala
Sekolah merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan
profesionalisme guru, melaksanakan supervisi akademik dengan menggunakan
pendekatan dan teknik supervisi yang tepat dan menindaklanjuti hasil supervisi
akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru[5].
Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 19 Tahun 2007 bagian C.1.
program pengawasan point d menyebutkan
pengawasan pengelolaan sekolah/ madrasah meliputi pemantauan, supervisi,
pelaporan, dan tindak lanjut hasil pengawasan. Point f menyebutkan bahwa supervisi pengelolaan akademik dilakukan secara
teratur dan berkelanjutan oleh kepala sekolah/ madrasah dan pengawas sekolah/
madrasah. Point m menyebutkan bahwa sekolah/ madrasah mendokumentasikan dan
menggunakan hasil pemantauan, supervisi, evaluasi, dan pelaporan serta catatan
tindak lanjut untuk memperbaiki kinerja sekolah/ madrasah, dalam pengelolaan
pembelajaran dan pengelolaan secara keseluruhan[6].
Lampiran Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun
2013 BAB VI menyatakan pengawasan proses
pembelajaran dilakukan melalui pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan serta
tindak lanjut secara berkala dan berkelanjutan. Pengawasan proses pembelajaran
dilakukan oleh kepala satuan pendidikan dan pengawas. Selanjutnya dijelaskan
bahwa supervisi pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan
penilaian hasil pembelajaran yang dilakukan melalui antara lain pemberian
contoh, diskusi, konsultasi atau pelatihan[7].
Berdasarkan uraian di atas maka
kepala sekolah perlu melaksanakan dan merumuskan program supervisi, serta
memanfaatkan hasil supervisi untuk meningkatkan kinerja sekolah. Hasil
pelaksanaan supervisi pembelajaran disusun dalam bentuk laporan untuk
kepentingan tindak lanjut pengembangan keprofesionalan pendidik secara
berkelanjutan.
Tindak lanjut hasil supervisi
dilakukan dalam bentuk penguatan dan penghargaan kepada guru yang menunjukkan
kinerja yang memenuhi dan melampaui standar dan pemberian kesempatan kepada
guru untuk mengikuti pengembangan keprofesionalan berkelanjutan.
Pelaksanaan supervisi
pembelajaran dilaksanaan oleh kepala sekolah dengan tujuan sebagai berikut:
1.
Mengumpulkan informasi pelaksanaan pembelajaran yang mencakup
penyusunan program pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi
pembelajaran;
2.
Mengidentifikasi tingkat ketercapaian program pembelajaran sesuai
standar Nasional Pendidikan (SNP);
3.
Mengidentifikasi hambatan, kelemahan dan keberhasilan pelaksanaan
pembelajaran;
4.
Menyusun program tindak lanjut berdasarkan hasil supervisi
pembelajaran.
Manfaat pelaksanaan supervisi
pembelajaran dilaksanaan oleh kepala sekolah sebagai berikut:
1.
Meningkat
kompetensi guru dalam merencanakan, melaksanakan dan melakukan evaluasi
pembelajaran
2.
Meningkat
kualitas pembelajaran di sekolah sesuai standar yang di tetapkan
3.
Meningkat
layanan pembelajaran oleh guru bagi
peserta didik
4.
Sebagai
umpan balik bagi guru dalam melaksanakan perbaikan pembelajaran
Sasaran supervisi pembelajaran adalah seluruh
guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Guru sebagai sasaran supervisi pembelajaran
dilaksanakan oleh kepala sekolah dalam
rangka meningkatkan profesionalisme guru. Kepala sekolah dalam melaksanakan
supervisi pada guru dibantu oleh wakil kepala sekolah atau guru senior yang ada
di sekolah. Supervisi dilaksanakan secara teratur dan berkelanjutan pada
sasaran supervisi. Supervisi dilaksanakan 2 kali
pada setiap tahun pelajaran yaitu
semester ganjil dan genap meliputi komponen administrasi perencanaan
pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan penyusunan soal serta penilaian pembelajaran.
Supervisi pembelajaran
dilakukan sesuai dengan komponen yang di supervisi. Supervisi pembelajaran
komponen administrasi perencanaan pembelajaran, penyusunan soal/ penilaian
dilakukan dengan melakukan penelitian pada dokumen pembelajaran. Supervisi
pelaksanaan pembelajaran dapat dilakukan di ruang kelas maupun dilapangan/
laboratorium jadwal yang disepakiati bersama dengan mengacu kepada kalender
pendidikan
Suhertian menjelaskan
beberapa model, pendekatan dan teknik supervisi pendidikan. Pengembangan model
supervisi terdiri dari 1) model konvensional, 2) model ilmiah, 3) model klinis,
4) model artistik. Pendekatan supervisi terdiri dari: 1) pendekatan direktif,
2) pendekatan non direktif, 3) pendekatan kolaboratif. Sedangkan teknik-teknik
supervisi mencakup supervisi yang bersifat individual dan teknik supervisi
yaang bersifat kelompok[8]. Modul Penguatan Kepala
Sekolah Supervisi dan Penilaian Kinerja Guru dijelaskan bahwa supervisi
akademis model kontemporer dilaksanakan dengan pendekatan klinis sehingga
disebut juga sebagai model supervisi klinis, merupakan supervisi akademis yang
bersifat kolaboratif[9].
Suhertian menjelaskan
supervisi klinis adalah bentuk supervisi yang difokuskan pada peningkatan
mengajar melalui siklus yang sistematis dalam perencanaan, pengamatan dan
analisis yang intesif dan cermat tentang penampilan mengajar yang nyata, serta
bertujuan mengadakan perubahan dengan cara yang rasional[10].
Mulyasa menjelaskan
supervisi klinis bertujuan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran melalui pembelajaran yang efektif. Salah
satu supervisi akademik yang populer adalah supervisi klinis, yang memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1.
Supervisi diberikan berupa bantuan
(bukan perintah), sehingga inisiatif tetap berada di tangan tenaga pendidikan
2.
Aspek yang disupervisi dan metode
observasi berdasarkan usul guru, yang dikaji bersama kepala sekolah sebagai
supervisor untuk dijadikan kesepakatan
3.
Instrumen dan metode observasi
dikembangkan bersama oleh guru dan kepala sekolah
4.
Mendiskusikan dan menafsirkan
hasil pengamatan dengan mendahulukan interpretasi guru
5.
Supervisi dilakukan dalam suasana
terbuka secara tatap muka, dan supervisor lebih banyak mendengarkan serta
menjawab pertanyaan guru daripada memberi saran dan pengarahan
6.
Supervisi klinis sedikitnya
memiliki tahap, yaitu pertemuan awal,
pengematan dan umpan balik
7.
Adanya penguatan dan umpan balik
dari kepala sekolah sebagai supervisor terhadap perubahan perilaku guru yang
positif sebagai hasil pembinaan
8.
Supervisi dilakukan secara
berkelanjutan untuk meningkatkan suatu keadaan dan memecahkan suatu masalah[11].
Suhertian menjelaskan
beberapa ciri, prinsip dan langkah-langkah dalam pelaksanaan supervisi klinis[12]:
Ciri supervisi klinis
1.
Dalam supervisi klinis, bantuan
yang diberikan bukan bersifat instruksi atau memerintah, tetapi tercipta
hubungan manusiawi sehingga guru-guru memiliki rasa aman,
2.
Apa yang disupervisi timbul dari
harapan dan dorongan dari guru sendiri karena dia memang membutuhkan bantuan
3.
Satuan tingkah laku mengajar yang
dimiliki guru merupakan satuan yang terintegrasi
4.
Suasana dalam pemberian supervisi
adalah suasana yang penuh kehangatan, kedekatan dan keterbukaan.
5.
Supervisi diberikan tidak saja
pada keterampilan mengajar tapi juga mengenai aspek kepribadian guru
6.
Instrumen yang digunakan untuk
obeservasi disusun atas dasar kesepakatan antara supervisor dan guru
7.
Balikan yang diberikan harus
secepat mungkin dan sifatnya objektif
8.
Dalam percakapan balikan
seharusnnya datang dari pihak guru lebih dahulu, bukan dari supervisor
Prinsip-prinsip supervisi klinis
1.
Supervisi klinis yang
dilaksanakan berdasarkan inisiatif dari para guru lebih dahulu. Perilaku
supervisor harus sedemikian taktis sehingga guru-guru terdorong untuk berusaha
meminta bantuan dari supervisor
2.
Ciptakan hubungan manusiawi yang
bersifat interaktif dan rasa kesejawatan
3.
Ciptakan suasana bebas dimana
setiap orang bebas mengemukakan apa yang dialaminya. Supervisor berusaha untuk
apa yang diharapkan guru
4.
Objek kajian adalah kebutuhan
profesional guru yang riil yang mereka sungguh alami
5.
Perhatian dipusatkan pada unsur-unsur yang
spesifik yang harus diangkat untuk diperbaiki
Langkah-langkah supervisi klinis:
1. Pertemuan awal
2. Observasi
3. Pertemuan akhir
C. Penutup
Berdasarkan uraian supervisi di atas maka dapat
dinyatakan bahwa supervisi klinis merupakan supervisi akademik yang bersifat
kolaboratif. Supervisi akademik merupakan kompetensi kepala sekolah. Supervisi
klinis merupakan supervisi langsung
dengan tahapan pelaksanaan pertemuan, observasi secara langsung kepada guru.
Supervisi dilaksanakan mengikuti prinsip-prinsip 1) bersahabat, 2) demokratis,
3) interaktif, terbuka, objektif, 4) berpusat pada kebutuhan dan aspirasi guru
dan 5) kesepakatan bersama.
Supervisi yang baik akan dapat meningkatkan kemampuan guru dalam
melaksanakan pembelajaran, oleh karena
itu kepada supervisor/ kepala sekolah selalu berupaya meningkatkan kompetensi dalam
melakukan supervisi dengan berbagai pendekatan dan teknik supervisi yang tepat. Guna
meningkatkan kompetensi supervisor/kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi
dapat mengikuti berbagai latihan atau workshop dan atau pengembangan diri
lainnya.
[1]
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2018 tentang
penugasan guru sebagai kepala sekolah pasal 15 ayat 1
[2]
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 15 Tahun 2018 tentang
Pemenuhan Beban Kerja Guru, Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah pasal 9
[3]
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar
Kepala Sekolah/ Madrasah bagian B.4 Dimensi Kompetensi Supervisi
[4]
E Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung, Remaja Rosda Karya,
2006, hlm 111
[5]
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007, op.cit
[6]
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang standar
pengelolaan oleh satuan pendidikan dasar dan menengah
[7]
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun 2013 tentang
standar proses pendidikan dasar dan menengah
[8]
Piet A Suhartian, Konsep Dasar Supervisi Pendidikan, Jakarta, Rineka Cipta,
2000, hlm 34
[9] Direktorat Pembinaan
Tenaga Kependidikan, 2019. Supervisi dan Penilaian Kineja Guru (MPPKS-PKG)
Modul Penguatan Kepala Sekolah, hlm 15
[10]
Piet A Suhartian, op.cit, hlm 36
[11]
E Mulyasa, op.cit, hlm 112
[12]
Piet A Suhartian, op.cit, hlm 38
Tidak ada komentar:
Posting Komentar