BELAJAR
BERMAKNA
Oleh: Afwan
Tarihoran, M.Pd.
A.
Pendahuluan
Belajar dari Rumah
melalui pembelajaran daring/jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan pengalaman
belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan
seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan[1];
Kalimat tersebut adalah petikan isi surat Edaran Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan poin 2 tentang ketentuan pertama pelaksanaan proses belajar dari
rumah dari empat ketentuan yang disebutkan dalam surat edaran tersebut. Kutipan edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
ini sengaja diangkat mengawali tulisan ini berhubungan dengan belajar bermakna.
Point kedua dari edaran tersebut menjelaskan fokus Belajar Dari Rumah (BDR) yaitu pendidikan kecakapan hidup; point ketiga
perihal aktivitas dan tugas belajar yang bervariasi sesuai minat dan kondisi
masing-masing; dan point keempat bukti atau produk aktivitas belajar dari rumah
diberi umpan balik yang bersifat kualitatif dan berguna dari guru tanpa
diharuskan memberi skor/ nilai kuantitatif.
Apa belajar bermakna? Tentunya ini menjadi pertanyaan pertama. Belajar bermakna merupakan
kelompok teori belajar kognitivisme yang terdiri dari a) teori perkembangan
(Piaget); b) teori belajar penemuan (Jeromebrumer); c) teori belajar bermakna
(Ausubel); dan d)teori belajar (gagne). Belajar menurut teori kognitivisisme
ini adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman
tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi dasar
teori ini adalah bahwa setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan
di dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur
kognitif. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan dengan baik bila
materi pelajaran yang baru beradaptasi
(bersinambung) secara “klop” dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki
pebelajar[2].
Tulisan ini selanjutnya akan fokus pada belajar bermakna sebagai salah satu
bagian teori belajar kognitivisme.
B.
Belajar Bermakna
David Ausubel adalah seorang ahli psikologi
pendidikan. Ausubel memberi penekanan pada “belajar bermakna”. Menurut Ausubel,
belajar dapat diklassifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama
berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa
melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa
dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur
kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang
telah dipelajari dan diingat siswa[3].
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi
dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang
menyajikan informasi itu dalam bentuk final, maupun dalam bentuk belajar
penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau
seluruhnya materi materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa
menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan (berupa
konsep-konsep atau lainnya) yang telah dimilikinya; dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi siswa itu
dapat hanya mencoba-coba menghafal informasi baru itu, tanpa menghubungkannnya
pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya; dalam hal ini
terjadi belajar hafalan.
Uraian di atas secara sederhana dapat dijelaskan
bahwa belajar bermakna terjadi apabila siswa mampu menghubungkan antara
materi yang sedang dipelajari siswa dengan apa yang telah diketahui siswa
sebelumnya. Sebaliknya apabila siswa tidak dapat menghubungkan materi yang
sedang dipelajari siswa dengan apa yang diketahui siswa sebelumnya maka ini
yang dinamakan dengan belajar hafalan. Dengan demikian agar
siswa dapat belajar bermakna maka materi yang diberikan guru seharusnya
berjenjang atau relevan dengan pengetahuan yang ada pada siswa sebelumnya.
Inti dari teori Ausubel tentang belajar ialah
belajar bermakna. Bagi Ausubel, belajar bermakna merupakan
suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat
dalam struktur kognitif seseorang. Walaupun kita tidak mengetahui mekanisme
biologi tentang memori atau disimpannya pengetahuan, kita mengetahui bahwa
informasi disimpan di daerah daerah tertentu dalam otak. Banyak sel otak yang
terlibat dalam penyimpanan pengetahuan itu. Dengan berlangsungnya belajar;
dihasilkan perubahan-perubahan dalam sel-sel otak terutama sel-sel yang telah
menyimpan informasi yang mirif dengan informasi yang sedang dipelajari[4]
Struktur kognitif, sebagaimana telah
disebutkan di atas yang merupakan fakta-fakta, konsep-konsep,
generalisasi-generalisasi memiliki variabel struktur kognitif. Macam macam
struktur kognitif adalah 1) pengetahuan yang telah dimiliki: Bagaimana bahan baru
dapat dipelajari dengan baik tergantung pada apa yang telah diketahui (advance-organizers); 2) Diskriminabilitas: Konsep-konsep yang
dapat dibedakan dengan jelas dengan apa yang telah dipelajari, mudah dipelajari
dan dikuasai. 3) Kemantapan dan Kejelasan: Konsep-konsep yang
mantap dan jelas yang telah ada dalam struktur kognitif memudahkan belajar dan
retensi. Untuk menambah kemantapan konsep itu perlu latihan[5]
Berdasarkan penjelasan inti belajar bermakna
dan macam macam struktur kognitif maka teori Ausubel atau belajar bermakna ini
sebaiknya dilaksanakan pada siswa yang sudah dapat membaca dengan baik dan
sudah mempunyai konsep-konsep dasar dalam bidang pelajaran atau mata pelajaran.
Artinya siswa telah memiliki struktur kognitif sebelum informasi atau materi
baru diberikan guru sebagimana macam-macam struktur kognitif yang telah dijelaskan
sebelumnya.
Ada 3 (tiga) komponen motif keberhasilan dari
belajar bermakna yaitu 1) Dorongan kognitif: Termasuk dalam dorongan
kognitif adalah kebutuhan untuk mengetahui, untuk mengerti dan untuk memecahkan
masalah. Dorongan kognitif timbul di dalam proses interaksi antara siswa dengan
tugas/ masalah; 2) Harga diri: Ada siswa tertentu yang
tekun belajar melaksanakan tugas-tugas bukan terutama untuk memperoleh
pengetahuan atau kecakapan, melainkan untuk memperoleh status dan harga diri;
3) Kebutuhan berafiliasi: Kebutuhan berafiliasi sukar dipisahkan dari
harga diri. Ada siswa yang berusaha menguasai bahan pelajaran atau belajar
dengan giat untuk memperoleh pembenaran/ penerimaan dari teman-temannya atau
dari orang lain (atasan) yang dapat memberikan status kepadanya. Siswa senang
bila orang lain menunjukkan pembenaran (approval) terhadap dirinya dan oleh
karena itu ia giat belajar, melakukan tugas-tugas dengan baik, agar dapat
memperoleh pembenaran tersebut[6]
Uraian motif keberhasilan belajar bermakna
semakin menegaskan bahwa bahwa faktor motif siswa dalam belajar sangat
menentukan keberhasilan belajar bermakna. Dengan demikian dalam pelaksanaan belajar
bermakna maka guru sebagai pendidik profesional harus membangkitkan motif
belajar siswa. Tidak semua siswa memiliki dorongan kognitif untuk belajar
tetapi ada siswa mau belajar karena harga diri agar dikatakan pintar atau memperoleh
status tertentu dikatakan hebat, cerdas dan status lainnya atau untuk
berafiliasi memdapatkan pembenaran. Tugas guru dalam proses pembelajaran terus
memotivasi siswa guna keberhasilan belajar bermakna.
C. Penutup
Belajar bermakna merupakan proses menghubungkan informasi
baru dengan apa yang sudah diketahui siswa sebelum sehingga pengertiannya
menjadi berkembang. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa
sendiri dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. Apabila siswa
tidak mampu menghubungkan atau mengaitkan informasi baru dengan apa yang sudah
diketahuinya atau yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa maka yang
terjadi belajar hafalan.
Surat edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 tahun
2020 poin 2.a bahwa ketentuan belajar dari rumah melalui pembelajaran daring/ jarak jauh
dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa. Dengan
demikian informasi yang umum yang mungkin telah diketahui siswa dari berbagai
media tentang Virus Corona. Selanjutnya Guru memberikan informasi baru tentang Corona Virus
Desease (COVID-19) sehingga pengertian siswa perihal Virus Corona Desease
(COVID-19) semakin berkembang. Apabila siswa
mampu mengkaitkan antara apa yang telah diketahuinya dan informasi baru yang
diberikan guru maka belajar bermakna. Hal ini sesuai dengan ketentuan 2.b belajar
dari rumah dapat difokuskan pada pendidikan kecakapan hidup antara lain
mengenai pandemi Covid-19[7].
Yang dipetegas dengan pon 2.c bahwa aktivitas
dan tugas pembelajaran belajar dari rumah dapat bervariasi sesuai dengan minat
dan kondisi masing-masing.
Akhirnya,
semoga siswa, guru, kepala sekolah, warga sekolah dan stakeholder pendidikan terhindar
dari Corona Virus Desease (Covid-19) dan diberi kesehatan dan keselamatan dapat
melaksanakan tugas dan aktivitas sehari-hari sebagaimana biasa dalam lindungan
Allah SWT, Amin.
[1]
Surat Edaran Menteri Pendi
[2]
Abdul Hamid, Teori Belajar dan Pembelajaran, Medan, Pascasarjana Unimed, 2007,
hlm 20
[3]
Ratna Wilis Dahar, Teori – Teori Belajar, Bandung, Erlangga, 1991, hlm 110
[4]
Ibid hlm 112
[5]
Slameto, Belajar & Faktor-faktor Yang Mempengaruhi, Jakarta, Rineka Cipta,
2010, hlm 25
[6]
Daryanto, Belajar dan Mengajar, Bandung, Yrama Widya, 2010, hlm 22
[7]
Op.cit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar