Rabu, 01 April 2020

PEMBELAJARAN DARING: BELAJAR YANG BERMAKNA


BELAJAR BERMAKNA
Oleh:  Afwan Tarihoran, M.Pd.

    A.   Pendahuluan
Belajar dari Rumah melalui pembelajaran daring/jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan[1];
Kalimat tersebut adalah petikan isi surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan poin 2 tentang ketentuan pertama pelaksanaan proses belajar dari rumah dari empat ketentuan yang disebutkan dalam surat edaran tersebut.  Kutipan edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini sengaja diangkat mengawali tulisan ini berhubungan dengan belajar bermakna. Point kedua dari edaran tersebut menjelaskan fokus Belajar Dari Rumah (BDR) yaitu  pendidikan kecakapan hidup; point ketiga perihal aktivitas dan tugas belajar yang bervariasi sesuai minat dan kondisi masing-masing; dan point keempat bukti atau produk aktivitas belajar dari rumah diberi umpan balik yang bersifat kualitatif dan berguna dari guru tanpa diharuskan memberi skor/ nilai kuantitatif.
Apa belajar bermakna? Tentunya ini menjadi pertanyaan pertama. Belajar bermakna merupakan kelompok teori belajar kognitivisme yang terdiri dari a) teori perkembangan (Piaget); b) teori belajar penemuan (Jeromebrumer); c) teori belajar bermakna (Ausubel); dan d)teori belajar (gagne). Belajar menurut teori kognitivisisme ini adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi dasar teori ini adalah bahwa setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan di dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan dengan baik bila materi  pelajaran yang baru beradaptasi (bersinambung) secara “klop” dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki pebelajar[2]. Tulisan ini selanjutnya akan fokus pada belajar bermakna sebagai salah satu bagian teori belajar kognitivisme.

B.   Belajar Bermakna
David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Ausubel memberi penekanan pada “belajar bermakna”. Menurut Ausubel, belajar dapat diklassifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa[3].
Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final, maupun dalam bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruhnya materi materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan (berupa konsep-konsep atau lainnya) yang telah dimilikinya; dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi siswa itu dapat hanya mencoba-coba menghafal informasi baru itu, tanpa menghubungkannnya pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya; dalam hal ini terjadi belajar hafalan.
Uraian di atas secara sederhana dapat dijelaskan bahwa belajar bermakna terjadi apabila siswa mampu menghubungkan antara materi yang sedang dipelajari siswa dengan apa yang telah diketahui siswa sebelumnya. Sebaliknya apabila siswa tidak dapat menghubungkan materi yang sedang dipelajari siswa dengan apa yang diketahui siswa sebelumnya maka ini yang dinamakan dengan belajar hafalan. Dengan demikian agar siswa dapat belajar bermakna maka materi yang diberikan guru seharusnya berjenjang atau relevan dengan pengetahuan yang ada pada siswa sebelumnya.
Inti dari teori Ausubel tentang belajar ialah belajar bermakna. Bagi Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Walaupun kita tidak mengetahui mekanisme biologi tentang memori atau disimpannya pengetahuan, kita mengetahui bahwa informasi disimpan di daerah daerah tertentu dalam otak. Banyak sel otak yang terlibat dalam penyimpanan pengetahuan itu. Dengan berlangsungnya belajar; dihasilkan perubahan-perubahan dalam sel-sel otak terutama sel-sel yang telah menyimpan informasi yang mirif dengan informasi yang sedang dipelajari[4]
Struktur kognitif, sebagaimana telah disebutkan di atas yang merupakan fakta-fakta, konsep-konsep, generalisasi-generalisasi memiliki variabel struktur kognitif. Macam macam struktur kognitif adalah 1) pengetahuan yang telah dimiliki: Bagaimana bahan baru dapat dipelajari dengan baik tergantung pada apa yang telah diketahui (advance-organizers); 2) Diskriminabilitas: Konsep-konsep yang dapat dibedakan dengan jelas dengan apa yang telah dipelajari, mudah dipelajari dan dikuasai. 3) Kemantapan dan Kejelasan: Konsep-konsep yang mantap dan jelas yang telah ada dalam struktur kognitif memudahkan belajar dan retensi. Untuk menambah kemantapan konsep itu perlu latihan[5]
Berdasarkan penjelasan inti belajar bermakna dan macam macam struktur kognitif maka teori Ausubel atau belajar bermakna ini sebaiknya dilaksanakan pada siswa yang sudah dapat membaca dengan baik dan sudah mempunyai konsep-konsep dasar dalam bidang pelajaran atau mata pelajaran. Artinya siswa telah memiliki struktur kognitif sebelum informasi atau materi baru diberikan guru sebagimana macam-macam struktur kognitif yang telah dijelaskan sebelumnya.
Ada 3 (tiga) komponen motif keberhasilan dari belajar bermakna yaitu 1) Dorongan kognitif: Termasuk dalam dorongan kognitif adalah kebutuhan untuk mengetahui, untuk mengerti dan untuk memecahkan masalah. Dorongan kognitif timbul di dalam proses interaksi antara siswa dengan tugas/ masalah; 2) Harga diri: Ada siswa tertentu yang tekun belajar melaksanakan tugas-tugas bukan terutama untuk memperoleh pengetahuan atau kecakapan, melainkan untuk memperoleh status dan harga diri; 3) Kebutuhan berafiliasi: Kebutuhan berafiliasi sukar dipisahkan dari harga diri. Ada siswa yang berusaha menguasai bahan pelajaran atau belajar dengan giat untuk memperoleh pembenaran/ penerimaan dari teman-temannya atau dari orang lain (atasan) yang dapat memberikan status kepadanya. Siswa senang bila orang lain menunjukkan pembenaran (approval) terhadap dirinya dan oleh karena itu ia giat belajar, melakukan tugas-tugas dengan baik, agar dapat memperoleh pembenaran tersebut[6]
Uraian motif keberhasilan belajar bermakna semakin menegaskan bahwa bahwa faktor motif siswa dalam belajar sangat menentukan keberhasilan belajar bermakna. Dengan demikian dalam pelaksanaan belajar bermakna maka guru sebagai pendidik profesional harus membangkitkan motif belajar siswa. Tidak semua siswa memiliki dorongan kognitif untuk belajar tetapi ada siswa mau belajar karena harga diri agar dikatakan pintar atau memperoleh status tertentu dikatakan hebat, cerdas dan status lainnya atau untuk berafiliasi memdapatkan pembenaran. Tugas guru dalam proses pembelajaran terus memotivasi siswa guna keberhasilan belajar bermakna.

C.   Penutup
Belajar bermakna merupakan proses menghubungkan informasi baru dengan apa yang sudah diketahui siswa sebelum sehingga pengertiannya menjadi berkembang. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa sendiri dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. Apabila siswa tidak mampu menghubungkan atau mengaitkan informasi baru dengan apa yang sudah diketahuinya atau yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa maka yang terjadi belajar hafalan.
Surat edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 tahun 2020 poin 2.a bahwa ketentuan belajar dari rumah melalui pembelajaran daring/ jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa. Dengan demikian informasi yang umum yang mungkin telah diketahui siswa dari berbagai media tentang Virus Corona. Selanjutnya Guru  memberikan informasi baru tentang Corona Virus Desease (COVID-19) sehingga pengertian siswa perihal Virus Corona Desease (COVID-19) semakin berkembang.  Apabila siswa mampu mengkaitkan antara apa yang telah diketahuinya dan informasi baru yang diberikan guru maka belajar bermakna. Hal ini sesuai dengan ketentuan 2.b belajar dari rumah dapat difokuskan pada pendidikan kecakapan hidup antara lain mengenai pandemi Covid-19[7].  Yang dipetegas dengan pon 2.c bahwa aktivitas dan tugas pembelajaran belajar dari rumah dapat bervariasi sesuai dengan minat dan kondisi masing-masing.
Akhirnya, semoga siswa, guru, kepala sekolah, warga sekolah dan stakeholder pendidikan terhindar dari Corona Virus Desease (Covid-19) dan diberi kesehatan dan keselamatan dapat melaksanakan tugas dan aktivitas sehari-hari sebagaimana biasa dalam lindungan Allah SWT, Amin.


[1] Surat Edaran Menteri Pendi
dikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Desease (COVID-19)
[2] Abdul Hamid, Teori Belajar dan Pembelajaran, Medan, Pascasarjana Unimed, 2007, hlm 20
[3] Ratna Wilis Dahar, Teori – Teori Belajar, Bandung, Erlangga, 1991, hlm 110
[4] Ibid hlm 112
[5] Slameto, Belajar & Faktor-faktor Yang Mempengaruhi, Jakarta, Rineka Cipta, 2010, hlm 25
[6] Daryanto, Belajar dan Mengajar, Bandung, Yrama Widya, 2010, hlm 22
[7] Op.cit


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LIBURAN DAN CUTI TAHUNAN GURU PNS ?

oleh Afwan Tarihoran, M.Pd. A.         Pendahuluan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat 1 menyebutkan: Guru...