Rabu, 01 April 2020

FILSAFAT PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGI BELAJAR


    A.    Filsafat Pendidikan
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani: philosophia yang terdiri dari dua kata Philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophos (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, inteligensi). Jadi secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran[1].  Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa filsafat terdiri dari tiga cabang besar yaitu ontologi, epistomologi dan aksiologi. Ketiga cabang itu sebenarnya merupakan satu kesatuan: ontologi, membicarakan hakekat (segala sesuatu); ini berupa pengetahuan tentang hakekat segala sesuatu. Epistemologi cara memperoleh pengetahuan itu. aksiologi membicarakan guna pengetahuan itu.[2]
Tujuan berfilsafat ialah menemukan kebenaran yang sebenarnya, yang mendalam. Selanjutnya Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa isi cabang filsafat ditentukan oleh objek apa yang diteliti (dipikirkan)-nya. Jika memikirkan pendidikan maka jadilah filsafat pendidikan. Jika yang dipikirkan hukum maka jadilah filsafat hukum, dan seterusnya. Seberapa luas yang dipikirkan? Luas sekali. Yaitu semua yang ada dan mungkin ada. Inilah objek filsafat. Jika ia memikirkan pengetahuan jadilah ia filsafat ilmu, jika memikirkan etika jadilah ia filsafat etika dan seterusnya[3].  Objek kajian atau penelitian filsafat lebih luas dari objek penelitian sain. Sain hanya meneliti objek yang ada, sedangkan filsafat mengkaji objek yang ada dan mungkin ada. Lebih tegasnya sain meneliti objek yang ada dan empiris, yang ada tetapi abstrak (tidak empiris) tidak dapat diteliti oleh sain. Sedangkan filsafat dapat meneliti objek yang ada tetapi abstrak.
Filsafat membicarakan cara memperoleh pengetahuan filsafat. Para filosof sebelum mencari pengetahuan mereka membicarakan terlebih dahulu cara memperoleh pengetahuan tersebut. Pada umumnya orang mementingkan apa yang diperoleh atau apa yang diketahui bukan cara memperoleh atau mengetahuinya. Lalu bagaimana cara memperoleh pengetahuan filsafat? Tentunya denga cara berpikir secara mendalam tentang sesuatu yang abstrak dan mungkin juga sesuatu yang konkrit.
Sesuai dengan objek filsafat, maka filsafat pendidikan membicarakan atau memikirkan pendidikan. Filsafat pendidikan merupakan gabungan dari dua kata filsafat dan pendidikan. Oleh karena itu guna menyingkap pengertian filsafat pendidikan sudah tentu mengurai pengertian kedua kata tersebut masing-masing. Telah diuraikan dimuka konsep, objek kajian dan metodologi filsafat, maka filsafat pendidikan merupakan aplikasi suatu analisis filsafat dalam bidang pendidikan. Guna mendapatkan pengertian filsafat pendidikan lebih jelas maka kita tentunya selanjutnya kita perlu melihat konsep pendidikan. Jalaluddin dan Abdullah Idi mengartikan pendidikan sebagai suatu proses usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai dan dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda agar menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya[4]. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefesikan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengembangan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara[5].
Dari uraian tentang filsafat dan pendidikan maka dapat ditarik suatu pengertian bahwa filsafat pendidikan sebagai suatu ilmu pengetahuan normatif dalam bidang pendidikan, merumuskan kaidah-kaidah, norma-norma dan/ atau ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia dalam hidup dan kehidupannya.
Made Pidarta mendefenisikan filsafat pendidikan ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai keakar-akarnya mengenai pendidikan[6]. Selanjutnya Zaprulkhan menyatakan bahwa filsafat pendidikan merupakan terapan ilmu filsafat terhadap problema pendidikan atau filsafat yang diterapkan dalam suatu usaha pemikiran (analisis filosofis) mengenai masalah pendidikan.[7]
Penerapan filosofi pendidikan diharapkan penyelenggaraan pendidikan bisa mengharmonisasikan antara tujuan pendidikan dengan tujuan kehidupan manusia. Menurut Zaprulkhan,  jika filsafat diterapkan pada kegiatan pendidikan maka aspek ontologi adalah proses pendidikan dengan penekanan pada pendirian filsafat hidup (philosophy of life) suatu pandangan hidup yang dijiwai nilai kejujuran. Dari filsafat hidup tersebut diharapkan adanya pertumbuhan dan perkembangan kematangan spritual, berupa wawasan luas yang menyeluruh dan padu meliputi asal mula, eksistensi dan tujuan hidup. Aspek epistemologi pendidikan menekankan sistem kegiatan pendidikan pada pembentukan sikap ilmiah  (scientific attitude), suatu sikap yang dijiwai nilai kebenaran. Dari sikap ilmiah itu diharapkan adanya pertumbuhan dan perkembangan kematangan inelektual berupa kreativitas dan keterampilan hidup (creativities an skill of live). Aspek etika pendidikan menekankan pada sistem kegiatan pada pengembangan perilaku bertanggung jawab (responsible conduct), suatu perilaku yang dijiwai oleh nilai keadilan. Dengan perilaku bertanggung jawab ini diharapkan kematangan emosional bisa tumbuh dan berkembang yaitu kemampuan mengendalikan diri untuk tidak melakukan perbuatan yang melampaui batas [8]

B.     Psikologi Belajar
Psikologi sering diterjemahkan menjadi ilmu jiwa, yakni dari kata psyche yang berarti jiwa, roh dan logos yang berarti ilmu. Psikologi menyelidiki segala sesuatu yang dapat memberikan jawaban  tentang apa sebenarnya manusia itu, mengapa ia berbuat/ berlaku demikian, apa yang mendorong ia berbuat demikian, apa maksud dan tujuannya ia berbuat demikian. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa psikologi ialah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia[9].
Yang dimaksud dengan tingkah laku adalah segala kegiatan/ tindakan/ perbuatan manusia yang kelihatan  maupun yang tidak kelihatan, yang disadari maupun yang tidak disadarinya. Termasuk didalamnya cara ia berbicara, berjalan, berpikir/ mengambil keputusan, cara melakukan sesuatu, cara bereaksi terhadap sesuatu yang datang dari luar dirinya, maupun yang datang dari dalam dirinya.
Pada umumnya psikologi dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu  psikologi metafisika, yang menyelidiki hakekat jiwa dan psikologi empiri,  yang menyelidiki gejala-gejala kejiwaan dan tingkah laku manusia dengan menggunakan pengamatan (observasi), percobaan atau eksperimen dan pengumpulan berbagai macam data yang ada hubungannya dengan gejala-gejala kejiwaan manusia. Psikologi empiri dapat dibagi lagi atas: 1) Psikologi umum, yang menyelidiki/ mempelajari gejela kejiwaan manusia pada umumnya. 2) Psikologi khusus, yang menyelidiki gejala-gejala kejiwaan manusia menurut aspek-aspek tertentu sesuai dengan pandangan serta tujuannya. Maka terdapatlah bermacam-macam psikologi seperti antara lain: psikologi perkembangan, psikologi pemuda, psikologi kedokteran, psikologi kriminal, psikologi pendidikan, psikologi sosial, karakterologi (ilmu watak) [10].
Berdasarkan uraian psikologi di atas, maka jika penyelidikan gejala-gejala kejiwaan pada aspek belajar atau pendidikan maka psikologi belajar atau psikologi pendidikan. Sebagai landasan dalam membahas psikologi belajar dikutip pengertian belajar. Daryanto menyatakan: belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya[11].  
Dimyati dan Mudjiono menjelaskan bahwa belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan maka belajar hanya dialami siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada dilingkungan sekitar[12].
Hal belajar ini banyak teori dan prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan para ahli,  yang satu dengan yang lainnya memiliki persamaan dan perbedaan yang tidak mungkin dijelaskan dalam kesempatan ini. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum. Prinsip tersebut sebagaimana dijelaskan Dimyati dan Mudjiono berkaitan dengan: perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/ berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan individual[13].
Slameto menyatakan bahwa pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku[14].
Proses belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor baik intern maupun faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada diluar individu. Faktor intern terdiri dari faktor jasmaniah, faktor psikologis dan kelelahan. Faktor ekstern terdiri dari faktor keluarga, sekolah dan masyarakat.
Slameto menjelaskan bahwa sekurang-kurangnya ada tujuh yang tergolong kedalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan[15].
Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri atas tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan kedalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui/ menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya secara cepat
Perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu pun semata-mata tertuju kepada suatu objek (benda/hal) atau sekumpulan objek.  Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya.
Minat adalah kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa senang. Jadi berbeda dengan perhatian, karena perhatian sifatnya sementara (tidak dalam waktu yang lama) dan belum tentu diikuti dengan perasaan senang, sedangkan minat selalu diikuti dengan perasaan senang dan dari situlah diperoleh kepuasan.
Bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Seorang yang berbakat pidato akan lebih cepat dapat berpidato dengan lancar dibandingkan dengan orang lain yang tidak berbakat pada bidang itu.
Motif erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Untuk mencapai tujuan tentu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi pennyebab berbuat adalah motif itu sendiri. Jadi motif merupakan daya penggerak/ pendorong untuk melakukan sesuatu.
Kematangan adalah suatu tingkat/ fase dalam pertumbuhan seseorang, dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksakan kecakapan baru. Misalnya  anak dengan kakinya sudah siap untuk berjalan, tangan dengan jari-jarinya sudah siap untuk menulis, dengan otaknya sudah siap untuk berpikir abstrak, dan lain-lain. Belajar akan lebih berhasil jika anak sudah siap (matang). Jadi kemajuan baru untuk memiliki kecakapan tergantung dari kematangan dan belajar.
Kesiapan adalah kesedian untuk memberi respons atau bereaksi. Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan erat dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik.

----oo0oo----af


[1] Amsal Baktiar, Filsafat Ilmu, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007  hal 4
[2] Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, Remaja Rosdakarya, Bandung hal 69
[3] Ahmad Tafsir, ibid hal 81
[4] Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012 hal 8
[5] Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Pusta Pelajar, Yogyakarta, hal 3
[6] Made Pidarta, Landasan Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2009 hal 84
[7] Zuprulkhan, Filsafat Umum Sebuah Pendekatan Tematik, Raja Grafindo Persada, 2012 hal 304
[8] Zaprulkhan, ibid hal 309
[9] M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Remaja Rosda Karya, 2011,  hal 1
[10] M. Nglim Purwanto, ibid , hal 3
[11] Daryanto, Belajar dan Mengajar, Yrana Widya, 2010. hal 2
[12] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran,Rineka Cipta, 2009. hal 7
[13] Dimyati dan Mudjiono, ibid, hal 42
[14] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi, Rineka Cipta, 2010. hal 2
[15] Slameto, ibid, hal 55


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LIBURAN DAN CUTI TAHUNAN GURU PNS ?

oleh Afwan Tarihoran, M.Pd. A.         Pendahuluan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat 1 menyebutkan: Guru...