A.
Pendahuluan
Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan
prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah[1]. Pengelolaan satuan
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen
berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan,
dan akuntabilitas[2].
Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 51 ayat 1 di atas secara jelas menyebutkan bahwa pengelolaan
satuan pendidikan dengan prinsip Manajemen Berbasis Sekolah yang sering
disingkat MBS. Selanjutnya dipertegas kembali dengan Peraturan Pemerintah Nomor
19 tahun 2005 pasal 49 ayat 1 bahwa pengelolaan satuan pendidikan jenjang
pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah. Apa saja
yang menjadi ruang lingkup pengelolaan satuan pendidikan yang tentu menerapkan
MBS ini disebutkan pada penjelasan Peraturan Pemerintah pasal 49 ayat 1 bahwa: Pengelolaan
satuan pendidikan meliputi perencanaan program, penyusunan kurikulum tingkat
satuan pendidikan, kegiatan pembelajaran, pendayagunaan pendidik dan tenaga
kependidikan, pengelolaan sarana dan prasana pendidikan, penilaian hasil
belajar, dan pengawasan[3].
Ruang lingkup pengelolaan satuan pendidikan dasar dan menengah selanjutnya
dijelaskan lebih rinci terdapat pada lampiran Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 19 tahun 2007 yang dapat dirangkum sebagai berikut: A) Perencanaan
Program: visi, misi, tujuan sekolah/madrasah, rencana kerja sekolah/ madrasah;
B) Pelaksanaan Rencana Kerja: pedoman sekolah/ madrasah, struktur organisasi
sekolah/madrasah, pelaksanaan kegiatan sekolah/ madrasah, bidang kesiswaan,
bidang kurikulum dan pembelajaran, bidang pendidik dan tenaga kependidikan,
bidang sarana dan prasarana, bidang keuangan dan pembiayaan, budaya dan
lingkungan sekolah/madrasah, peran serta masyarakat dan kemitraan
sekolah/madrasah; C) Pengawasan dan Evaluasi: program pengawasan, evaluasi
diri, evaluasi dan pengembangan KTSP, evaluasi pendayagunaan pendidik dan
tenaga kependidikan, akreditasi sekolah/ madrasah; D) Kepemimpinan Sekolah/
Madrasah; E) Sistem Informasi Manajemen dan F) Penilaian khusus[4]
Berdasarkan peraturan dan uraian di atas belum dijelaskan tentang apa
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Penjelasan baru pada ruang lingkup
pengelolaan satuan pendidikan, oleh karena itu pada tulisan ini akan diuraikan
secara singkat apa manajemen berbasis sekolah sehingga penerapan MBS dalam
pengeloaan satuan pendidikan dapat berjalan secara efektif dan efesien. Melalui
penerapan MBS ini juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan.
B.
Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang dalam bahasa Inggris disebut School Based Learning, pertama kali muncul di
Amerika Serikat. Latar belakangnya dengan munculnya pertanyaan masyarakat
tentang apa yang dapat diberikan sekolah kepada masyarakat dan juga apa relevan
dan korelasi pendidikan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. Kinerja sekolah
pada saat itu dianggap oleh masyarakat tidak sesuai dengan dengan tuntutas
siswa untuk terjun ke dunia usaha dan sekolah dianggap tidak mampu memberikan
hasil dalam konteks kehidupan ekonomi yang kompetitip secara global. Fenomena
tersebut oleh pemerintah khususnya pihak sekolah dan masyarakat, segera
diantisipasi dengan melakukan upaya perubahan dan penataan manajemen sekolah.
Penerapan konsep manajemen berbasis sekolah di Amerika Serikat menurut Edward
E. Lawler (1994) ternyata dapat meningkatkan kualitas belajar mengajar[5].
Manajemen berbasis sekolah diartikan sebagai
model manajemen yang memberikan otonomi atau kemandirian yang lebih besar
kepada sekolah. Model ini juga mendorong pengambilan keputusan partisipatif
yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah sesuai standar mutu yang
berkaitan dengan kebutuhan sarana prasarana, fasilitas sekolah, peningkatan
kualitas kurikulum, dan pertumbuhan jabatan guru. Keputusan sekolah yang
diambil harus melibatkan secara langsung semua warga sekolah, yaitu guru,
siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa dan masyarakat yang
berhubungan dengan program sekolah[6]
Manajemen Berbasis Sekolah/ Madrasah,
yang selanjutnya disingkat
MBS/M adalah sistem pengelolaan pendidikan yang memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada sekolah/madrasah dalam menentukan kebijakan pengelolaan dengan melibatkan partisipasi langsung pemangku kepentingan untuk meningkatkan mutu sekolah/madrasah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan[7].
MBS/M adalah sistem pengelolaan pendidikan yang memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada sekolah/madrasah dalam menentukan kebijakan pengelolaan dengan melibatkan partisipasi langsung pemangku kepentingan untuk meningkatkan mutu sekolah/madrasah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan[7].
Berdasarkan uraian Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) di atas maka MBS adalah manajemen yang memberi kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan
kepada sekolah atau sistem pengelolaan pendidikan yang memberikan kewenangan
dan tanggung jawab kepada sekolah. Penerapan MBS diharapkan satuan pendidikan
dapat merancang strategi untuk mencapai tujuan pendidikan dan mewujudkannya
melalui peningkatan kolaborasi dan partisipasi seluruh pemangku kepentingan,
atas prakarsa bersama dalam membuat keputusan dan penerapannya. MBS harus
berimbas pada peningkatan suasana dan proses pembelajaran.
MBS juga merupakan strategi untuk
meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan
penting dari pusat dan daerah ke tingkat sekolah. Dengan demikian MBS pada
dasarnya merupakan sistem manajemen dimana sekolah merupakan unit pengambil
keputusan penting tentang penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS
memberikan kesempatan pengendalian lebih besar kepada kepala sekolah, guru,
murid dan orang tua atas proses pendidikan di sekolah mereka.
Penerapan MBS yang efektif secara spesifik
mengidentifikasi beberapa manfaat spesifik dari penerapan MBS:
a.
Memungkinkan orang-orang yang kompeten di
sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan mutu pembelajaran
b.
Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah
untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting
c.
Mendorong munculnya kreativitas dalam
merancang bangun program pembelajaran
d.
Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia
untuk mendukung tujuan yang dikembangkan disetiap sekolah
e.
Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik
ketika orang tua dan guru makin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan
pengeluaran, dan biaya program-program sekolah
Implementasi MBS akan berlangsung secara
efektif dan efesien apabila di dukung oleh sumber daya manusia yang profesional
untuk mengoperasikan sekolah, dana yang cukup agar sekolah mampu menggaji staf
sesuai dengan fungsinya, sarana prasarana yang memadai untuk mendukung proses belajar
mengajar, serta dukungan masyarakat (orang tua) yang tinggi[9].
Keberhasilah implementasi MBS dalam rangka
desentralisasi pendidikan sedikitnya dapat dilihat dari tiga dimensi yaitu
efektivitas, efesiensi dan produktivitas. Ketiga dimensi tersebut saling
berkaitan satu sama lain dan pengaruh mempengaruhi. Meskipun demikian, dalam
mengukur keberhasilan suatu program atau kegiatan ketiga dimensi tersebut dapat
dipisahkan. Demikian halnya dalam mengukur keberhasilan manajemen berbasis
sekolah dapat dipisahkan[10]
Tujuan utama penerapan MBS pada intinya
adalah untuk menyeimbangkan struktur kewenangan antara sekolah, pemerintah
daerah pelaksana proses dan pusat sehingga manajemen menjadi lebih efesien.
Kewenangan terhadap pembelajaran diserahkan kepada unit yang paling dekat
dengan pelaksanaan proses pembelajaran itu sendiri yaitu sekolah. Di samping
itu untuk memberdayakan sekolah agar sekolah dapat melayani masyarakat secara
maksimal sesuai dengan keinginan masyarakat tersebut[11].
Kepala sekolah adalah guru yang diberi tugas
untuk memimpin dan mengelola satuan pendidikan. Sebagai seorang pemimpin dan
mengelola sekolah tentulah kepala sekolah menerapkan manajemen berbasis sekolah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu
seorang kepala sekolah haruslah memiliki komptensi manajerial dan mamahami
manajemen berbasis sekolah. Kompetensi kepala sekolah terdiri dari 4 dimensi
kompetensi yaitu dimensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi dan
sosial[12].
Kepala sekolah dalam melakukan peran dan
fungsinya sebagai manajer harus memiliki strategi yang tepat untuk
memberdayakan pendidik dan tenaga kependidikan melalui kerjasama atau
koperatif, memberi kesempatan kepada pendidik dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan
profesinya dan mendorong keterlibatan seluruh warga sekolah dalam berbagai
kegiatan program sekolah.
Tugas pokok kepala sekolah sebagai manajerial
ditegas pada peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 tahun 2018
bahwa 1) Beban kerja Kepala Sekolah sepenuhnya untuk melaksanakan tugas pokok
manajerial, pengembangan kewirausahaan, dan supervisi kepada Guru dan tenaga
kependidikan. 2) Beban kerja Kepala Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertujuan untuk mengembangkan sekolah dan meningkatkan mutu sekolah berdasarkan
8 (delapan) standar nasional pendidikan[13]. Kemudian disebutkan kembali pada Permendikbud
Nomor 15 tahun 2018 bahwa Beban kepala sekolah sepenuhnya untuk melaksanakan
tugas: a) manajerial, b) pengembangan kewirausahaan, dan c) supervisi kepada
guru dan tenaga kependidikan[14].
C. Penutup
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan manajemen yang
memberikan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan kepada sekolah.
Pengelolaan sekolah dalam MBS melibatkan partisipasi dari warga sekolah dan
stakeholder sekolah dalam penyusunan program, pelaksanaan dan evaluasi program
yang dilaksanakan sekolah.
Kepala sekolah sebagai pemimpin di satuan pendidikan sudah
semestinya melaksanakan tugas manajerial menerapkan manajemen berbasis sekolah.
Melalui Penerapan MBS di satuan pendidikan yang dipimpinnya diharapkan akan
dapat meningkatkan kualitas pendidikan khusus proses pembelajaran. Guna dapat menerapkan MBS, kepala sekolah
tentu harus memahami apa sesuangguhnya manajemen berbasis sekolah, sebagai
salah satu kompetensi manajerial yang seharusnya dimiliki seorang kepala
sekolah.
[1]
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional psl 51
ayat 1
[2]
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
psl 49 ayat 1
[3]
Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
psl 49 ayat 1
[4]
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 19 tahun 2007 tentang Standar
Pengelolaan Pendidikan Oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
[5]
Syaiful Sagala, Manajemen Berbasis Sekolah & Masyarakat, Jakarta, Nimas
Multima, 2006, hlm 129
[6]
Ibid hlm 133
[7]
Lampiran VII Peraturan Menteri Pedidikan dan Kebudayaan Nomor 34 Tahun 2018
tentang Standar Nasional Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan/ Madrasah Aliah
Kejuruan Standar Pengelolaan
[8]
Veithzal Rivai dan Sylviana Murni, Education Management, Jakarta, Rajawali
Pers, 2009, hlm 141
[9]
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung, Remaja Rosda Karya, 2005, hlm
58
[10]
Ibid hlm 81
[11]
Rivai op.cit hlm 148
[12]
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 tahun 2007 tentang Standar
kepala Sekolah/ Madrasah
[13]
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2018 tentang
penugasan guru sebagai kepala sekolah pasal 15 ayat 1 - 2
[14]
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 15 Tahun 2018 tentang
Pemenuhan Beban Kerja Guru, Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar