Sabtu, 14 Maret 2020

APERSEPSI DALAM PROSES PEMBELAJARAN



A.     Pendahuluan
Secara defenisi kata tenaga edukatif yang dalam hal ini kita sebut “Guru” bermakna sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, menilai, dan mengevaluasi peserta didik[1]. Tugas utama itu akan efektif jika guru memiliki profesionalitas tertentu yang tercermin dari kompetensi, kemahiran, kecakapan, atau keterampilan yang memenuhi standar mutu atau norma etik tertentu. Guru profesional adalah guru yang memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional.
Peningkatan profesi guru berarti pembinaan dan pengembangan ke 4 kompetensi guru yang dilakukan melalui strategi dalam bentuk pendidikan dan pelatihan (diklat) maupun non diklat. Peningkatan kompetensi melalui diklat misalnya magang, mitra sekolah, pelatihan khusus, pembinaan internal sekolah, pendidikan lanjut. Non diklat misalnya diskusi masalah pendidikan, seminar, workshop, penelitian, penulisan buku ajar, pembuatan media[2].
Untuk meningkatkan profesionalisme guru dengan 4 kompetensi dimaksud di atas sesuai judul materi yang diberikan kepada saya. Rasanya hal itu tidak memungkinkan untuk kita uraikan dalam kesempatan ini. Oleh karena itu kesempatan kali ini kita akan membicarakan bagian kecil dari  kompetensi pedagogik berupa keterampilan dasar mengajar yaitu apersepsi dengan judul “Apersepsi Dalam Proses Pembelajaran”.

B.      Keterampilan Dasar Mengajar
Seorang guru yang profesional tentunya memiliki kompetensi pedagogik, diantaranya adalah kemampuan atau keterampilan dasar dalam melaksanakan proses pembelajaran, sering disebut dengan keterampilan dasar mengajar. Beberapa keterampilan dasar mengajar: Keterampilan bertanya, Keterampilan memberi penguatan, Keterampilan mengelola kelas, Keterampilan menjelaskan, Keterampilan membimbing kelompok kecil, Keterampilan mengadakan variasi, Keterampilan membuka dan menutup pelajaran, Keterampilan mengajar kelompok kecil[3]
Usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar untuk menciptakan pra kondisi bagi siswa agar mental maupun perhatian terpusat pada apa yang dipelajarinya ini dinamakan dengan membuka pelajaran. Usaha tersebut akan memberikan efek yang positif terhadap kegiatan belajar. Kegiatan membuka pelajaran dilakukan oleh guru tidak harus awal jam pelajaran yang diberikan selama jam pelajaran itu. Membuka pelajaran dapat dilakukan dengan cara mengemukakan tujuan yang akan dicapai, menarik perhatian siswa, memberi acuan, dan membuat kaitan antara materi pelajaran yang telah dikuasai oleh siswa dengan bahan yang dipelajarinya[4].
Berdasar saat guru memulai mengajar atau membuka pelajaran ini guru dapat dibedakan atas dua kelompok. Pertama, guru lansung mengajarkan materi yang akan di ajarkan. Biasanya guru ini masuk kelas, memberi salam kemudian memberi instruksi. Kedua, guru yang mulai mengajar dengan menyampaikan berbagai pengalaman menarik terlebih dahulu untuk menarik perhatian siswa misalnya cerita lucu, gambar menarik, melantunkan musik dan kegiatan lain yang mengundang perhatian siswa. Guru dalam kelompok pertama adalah guru yang mengajar tanpa apersepsi dan kelompok kedua guru yang menggunakan apersepsi, artinya guru  memberikan rangsangan (stimulus) diawal pembelajaran.

C.     Apersepsi Dalam Proses Pembelajaran
Sebagian guru kurang memahami tentang apersepsi  dan banyak guru beranggapan bahwa apersepsi hanya berpengaruh kecil terhadap proses pembelajaran, padahal kenyataannya belum tentu demikian. Menit-menit pertama dalam proses pembelajaran merupakan hal yang terpenting untuk proses selanjutnya. Teori apersepsi mengatakan bahwa manusia adalah makhluk pembelajar. Sifat dasar manusia adalah memerintah dirinya sendiri, lalu melakukan reaksi atau berekasi terhadap instruksi yang berasal dari lingkungannya jika dia dibekali oleh dorongan atau rangsangan (stimulus) khusus[5].
Pertama: setiap manusia adalah makhluk pembelajar. Apabila semua guru memahami ini maka akan muncul paradigma yang menyatakan bahwa siswa di kelas adalah para makhluk yang sebenarnya siap untuk belajar. Jika ada siswa yang tidak mau belajar, itu disebabkan faktor luar yang mempengaruhinya. Untuk siswa mau belajar kembali tentunya sangat terkait dengan  cara guru dan komponen sekolah lain dalam melakukan pendekatan kepada siswa tersebut.
Kedua, secara alamiah manusia punya kemampuan memerintah kepada dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu, yang berasal dari rangsangan dan kualitas informasi yang masuk kedalam otaknya. Banyak guru yang memiliki pandangan lain terhadap hal ini. Siswa yang tidak mau menuruti instruksi guru dianggap anak yang nakal, tidak mau belajar. Padahal kualitas informasi itulah yang menjadikan siswa mau atau tidak melakukan instruksi sebagai reaksinya. Jika guru rajin menerapkan apersepsi siswa akan mau melaksanakan instruksi dengan cepat. Bahkan siswa menganggap instruksi itu berasal dari dirinya sendiri dengan rasa keingin tahuan siswa.
Ketiga, manusia bereaksi terhadap instruksi yang berasal dari lingkungannya jika dibekali dorongan (stimulus) khusus. Misalkan 2 orang guru mengajar dengan materi yang sama, guru A mendapat antusias dari siswa dalam melaksanakan instruksi sedangkan guru B tidak dan hasilnya pun berbeda, kenapa? Mungkin karena guru A melakukan dorongan (stimulus) khusus kepada siswa sedang guru B tidak.
Bobbi Deporter menjelaskan kerangka rancangan quantum teaching  bernama TANDUR, yaitu Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan. Tumbuhkan adalah aktivitas menyertakan diri siswa, pikat siswa, puaskan AMBAK (Apa Mamfaatnya Bagi Ku). Alami adalah memberikan pengalaman belajar, tumbuhkan kebutuhan untuk mengetahui. Namai adalah memberikan data tepat saat minat memuncak[6]. Ketiga bagian (tumbuhkan, alami dan namai) merupakan bagian dari apersepsi.
Dari uraian di atas bahwa rangsangan (stimulus) khusus pada proses pembelajaran yang bertujuan meraih perhatian siswa adalah apersepsi. Apersepsi  ini sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran terutama pada saat memulai/ membuka pembelajaran.

D.     Sumber-sumber Apersepsi
Gelombang otak manusia dapat dibedakan atas 4 zona yaitu delta, teta, alfa dan beta[7]. Zona Alfa merupakan kondisi yang ampuh untuk melakukan apersepsi dalam proses pembelajaran.
1.    Gelombang Delta (0,5 – 3,5 Hz)
     Kondisi seorang dalam gelombang delta adalah tidur tanpa mimpi. Dalam kondisi delta paling tidak tepat dalam untuk proses belajar sebab tidak mungkin guru memberikan materi kepada siswa yang sedang nyaman tidur.
2.    Gelombang Teta (3,5 – 7 Hz)
      Kondisi seseorang dalam kondisi teta adalah tidur dan bermimpi. Di zona Teta seseorang dapat mengeluarkan ide-ide kreatif atau mendapat jawaban atas sesuatu yang sulit diperoleh sebelumnya. Termasuk dalam zona teta ini yaitu melamun, membayangkan flim yang pernah ditonton, mengantuk dan akhirnya tertidur. Kondisi ini kurang baik dalam proses pembelajaran karena pada kondisi ini siswa cendrung mengeluarkan sesuatu.
3.    Gelombang Alfa (7 – 13 Hz)
     Zona alfa adalah tahap paling iluminasi (cemerlang) proses kreatif  otak seseorang. Seseorang yang sedang masuk dalam kondisi alfa akan mengalami relaks tapi waspada; seperti sedang melamun tetapi sebenarnya sedang berpikir. Intinya otak bekerja dengan relaks. Kondisi ini paling baik untuk belajar sebab neuron (sel saraf) sedang berada dalam suatu harmoni (keseimbangan). Kondisi pada zona ini dipercaya oleh banyak ahli tepat untuk melakukan sugesti diantaranya proses belajar mengajar.
4.    Gelombang Beta (13 – 25 Hz)
     Zona beta, saat seseorang sedang marah, stres dan pusing ketika seseorang berada dalam kenyataan sehari-hari. Di kelas kondisi beta ditandai oleh para siswa asyik mengobrol sendiri, tidak memberikan perhatian kepada guru, siswa sedang berkelahi atau menunjukkan mimik sedang marah, tidak enak hati. Jika kondisi seperti ini, sebaik apapun anda mengajar, otomatis semuanya tidak berhasil.
Penjelasan tentang gelombang otak di atas semakin jelas bahwa kondisi terbaik untuk belajar siswa adalah zona alfa. Jika siswa sedang stres, marah sebaiknya jangan meneruskan proses pembelajaran. Jika siswa  melamun, mengantuk apalagi tertidur hentikan proses pembelajaran karena hal itu percuma saja, karena siswa tidak pada kondisi teta atau bahkan delta. Lalu bagaimana cara mengatasinya? Guru harus berusaha sekuat tenaga mengembalikan siswa ke zona alfa dengan cara memberikan stimulus khusus (melakukan apersepsi).
Kondisi alfa adalah kondisi yang relaks dan menyenangkan. Siswa masuk ke zona alfa jika siswa senang yang ditandai dengan wajah ceria, tersenyum dan tertawa. Menurut Munif Chatib ada 4 cara yang dapat membawa siswa pada kondisi zona gelombang alfa yaitu ice breaking, fun story, musik dan brain gym[8].
Ice breaking merupakan kegiatan siswa misalnya berdiri sejenak, bertepuk tangan, berbaris dll. Fun story dapat berupa cerita lucu, gambar lucu, atau teka teka yang dapat diperoleh melalui pengalaman pribadi, pengalaman orang lain, buku atau internet. Musik dapat berupa lagu-lagu atau alunan musik. Brain gym adalah senam otak yang merupakan gerakan tubuh sederhana misalnya menggerakkan bola mata kekiri dan kekanan, dalam kondisi duduk tumpangkan kaki kiri di atas kaki kanan dan tangan kiri di ata tangan kanan.

E.      Penutup
Guru sebagai tenaga profesional mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Sebagai tenaga profesional guru harus memiliki keterampilan mengajar. Apersepsi merupakan hal yang berpengaruh dalam proses pembelajaran, oleh karena itu dalam mengajar seharus seorang guru profesional mampu memberikan stimulus khusus bagi siswa sebagai bagian dari keterampilan mengajar. Pemberian apersepsi untuk mengembalikan gelombang otak siswa pada zona alfa  yang dapat dilakukan dengan cara ice breaking, fun story, musik dan brain gym.
----oo0oo----af


[1] Sudarman Danim dan Khairil, Profesi Kependidikan, Alfabeta, 2010. Bandung, hal 5
[2] Sudarman Danim dan Khairil Ibid hal 41
[3] Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching, Quantum Teaching, 2007. Padang, hal 79-106
[4] Ahmad Sabri, ibid hal 99-100
[5] Munif Chatib, Gurunya Manusia, Kaifa, 2013. Bandung hal 81
[6] Bobbi DePorter, Quantum Teaching, , Kaifa, 2010. Bandung hal 128
[7] Munif Chatib, op.cit hal 88-91
[8] Munif Chatif, op.cit hal 92

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LIBURAN DAN CUTI TAHUNAN GURU PNS ?

oleh Afwan Tarihoran, M.Pd. A.         Pendahuluan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat 1 menyebutkan: Guru...